EBITDA yang Kuat : Kami memperkirakan margin EBITDA TBI akan tetap kuat di atas 80% meskipun kami memperkirakan margin yang menyempit. Kami perkirakan margin EBITDA TBI akan turun menjadi 84%-85% (2022 dan 3M23: 86%) pada 2023-2025 karena dampak integrasi jaringan Indosat dan berakhirnya kontrak yang membawa tarif sewa lebih tinggi. Kami menghitung EBITDA setelah disesuaikan dengan bunga sewa dan biaya penyusutan berdasarkan standar akuntansi Indonesia PSAK 73.

 

Arus Kas Bebas yang Cukup: Kami memperkirakan arus kas bebas akan stabil pada tahun 2023 dengan belanja modal yang lebih rendah. Kami memproyeksikan arus kas dari operasi harus cukup untuk mendanai operasi sehari-hari, belanja modal pemeliharaan, dan dividen. Kami mengharapkan perusahaan untuk mendistribusikan uang tunai kepada pemegang saham dengan hati-hati dan menjaga utang bersih/EBITDA tahunan kuartal terakhir di bawah 5,3x dalam jangka pendek hingga menengah. TBI membayarkan dividen sebesar Rp843 miliar pada tahun 2022.

 

Meringankan Subordinasi Struktural: Obligasi TBI diperingkat pada tingkat yang sama dengan Peringkat Nasional Jangka Panjangnya, meskipun terdapat subordinasi struktural terhadap utang yang dimiliki oleh anak perusahaan operasional yang menghasilkan pendapatan grup. Hutang peringkat sebelumnya/EBITDA tahunan meningkat menjadi 0,6x pada 1Q23 (2022: 0,8x). Kami yakin hal ini akan terus berlanjut, karena TBI kemungkinan besar akan menggunakan dana obligasi untuk membayar sebagian utang di perusahaan yang beroperasi. Pemulihan kreditur harus kuat dalam skenario kesulitan, karena sebagian besar arus kas operasi terkunci secara kontraktual.

 

Protelindo dan TBI memiliki profil bisnis yang serupa, karena mereka beroperasi di pasar yang sama, memiliki campuran penyewa yang sebanding dan masing-masing merupakan operator menara independen terbesar dan terbesar kedua di Indonesia. Kami memperkirakan keduanya akan mempertahankan posisi pasar mereka, mengingat kurangnya portofolio menara besar yang tersedia untuk akuisisi dalam jangka menengah. Namun, Protelindo memiliki arus kas bebas yang lebih kuat dan catatan mempertahankan neraca yang konservatif. Kami memproyeksikan EBITDA net leverage TBI akan tetap di sekitar 5,0x hingga 2024, sementara kami memperkirakan Protelindo akan mengurangi utang menjadi 4,1x pada 2024.

 

TBI mendapatkan peringkat yang lebih tinggi dari produsen makanan dan minuman konsumen yang berbasis di Indonesia, PT Mayora Indah Tbk (AA(idn)/Negatif). Mayora adalah salah satu perusahaan makanan kemasan terbesar di negara ini dan telah mempertahankan leverage bersih EBITDA yang lebih rendah di bawah 1,0x, meskipun kami perkirakan rasionya akan memburuk menjadi 1,5x dalam dua tahun ke depan. Profil bisnis TBI yang lebih kuat mengimbangi leverage yang lebih tinggi. TBI diuntungkan dari visibilitas arus kas yang solid berdasarkan kontrak sewa jangka panjang, didukung oleh klausul kenaikan biaya, sedangkan Mayora menghadapi harga komoditas tinggi yang berkepanjangan dan tekanan inflasi yang meningkat.

 

Asumsi Utama Fitch Dalam Kasus Peringkat Kami untuk Emiten:

- Pertumbuhan pendapatan melambat menjadi 1%-4% selama 2023-2025 (2022: 5,6%).

- Penambahan sewa bersih yang lebih rendah dari 500 pada tahun 2023 dan meningkat menjadi 2.600 pada tahun 2024 (2022: 1.800), sebagai dampak dari integrasi jaringan Indosat-Hutch.

- Margin EBITDA yang stabil di 84%-85%.

- Capex sekitar Rp2,9 triliun-3,1 triliun pada 2023-2025, atau 44% dari pendapatan.

- Dividen dan pembelian kembali saham secara bersama-sama sebesar Rp1,0 triliun-1,2 triliun.