EmitenNews.com -BUMN Karya yang tengah mengalami terpaan badai kasus secara bertubi-tubi, PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT) harus rela menerima keputusan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menunda pencairan dana segar dari APBN setelah Penyertaan Modal Negara (PMN) dinyatakan ditunda.

 

Staf Khusus Menteri BUMN , Arya Sinulingga, mengaku belum menerima informasi detail perihal penundaan pencairan PMN Waskita Karya. Adapun nominal PMN yang ditunda untuk dikucurkan Kementerian Keuangan kepada emiten karya itu mencapai Rp 3 triliun.

 

"Kan belum dapat detailnya ya (pencairan PMN)," ujar Staf Khusus Menteri BUMN , Arya Sinulingga, saat ditemui wartawan di Kementerian BUMN , Selasa (23/5/2023).

 

Lebih lanjut, Arya mengatakan jika penundaan pencairan PMN bernilai jumbo itu dikarenakan adanya proses restrukturisasi utang Waskita Karya.Emiten konstruksi pelat merah ini memang membukukan liabilitas, termasuk utang senilai Rp84,37 triliun per 31 Maret 2023.

 

Jumlah tersebut mengalami kenaikan dari posisi 31 Desember 2022 yang berada di angka Rp83,98 triliun. Karena itu, Arya memastikan proses restrukturisasi utang BUMN Karya ini akan segera diselesaikan, sehingga struktur keuangan perusahaan kembali sehat atau membaik.

 

"Iya, makanya restrukturisasi (utang), cepat harus cepat," ujar dia.

 

Dalam restrukturisasi, Kementerian BUMN mendorong adanya perpanjangan tenor atau jangka waktu pengembalian utang di perbankan. Dia berharap, tenor utang bisa diperpanjang hingga 8 tahun.

 

Untuk diketahui, Waskita Karya sudah melakukan equal treatment untuk semua krediturnya. Baik pemilik kredit kerja maupun obligasi. Dari equal treatment, perusahaan menunda membayar bunga Obligasi Berkelanjutan III tahap IV. SVP Corporate Secretary Perseroan, Ermy Puspa Yunita, mengklaim pihaknya bukan tidak bisa membayar bunga obligasi, namun hanya ditunda pelaksanaannya saja.

 

Alasannya, emiten masih melakukan peninjauan ulang terhadap implementasi MRA. Selama proses peninjauan ulang tersebut, perusahaan akan mengajukan permohonan standstill kepada lenders dan pemegang obligasi sebagai bentuk equal treatment terhadap kredit modal kerja dan obligasi.