Vonis 4,5 Tahun & Denda Rp500 Juta Untuk Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman 4,5 tahun penjara kepada Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) periode 2017–2024, Ira Puspadewi. Dok. Detikcom.
EmitenNews.com - Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman 4,5 tahun penjara kepada Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) periode 2017–2024, Ira Puspadewi. Majelis hakim yang diketuai Sunoto juga mewajibkan eks dirut ASDP ini, membayar denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan.
Majelis hakim Tipikor menyatakan Ira Puspadewi terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama terkait akuisisi saham PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP pada periode 2019–2022.
"Terdakwa I dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan, dengan denda 500 juta. Dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, akan diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan," kata Ketua Majelis Hakim Tipikor, Sunoto, ketika membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (20/11/2025).
Hakim menilai Ira terbukti melakukan korupsi bersama mantan direksi PT ASDP lainnya, yakni Harry Muhammad Adhi Caksono Direktur Perencanaan dan Pengembangan periode 2020–2024 serta Muhammad Yusuf Hadi selaku Direktur Komersial dan Pelayanan periode 2019–2024.
Muhammad Yusuf Hadi divonis 4 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan. Sedangkan Harry Muhammad Adhi Caksono divonis 4 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan.
"Menyatakan Terdakwa I Ira Puspadewi, Terdakwa II Muhammad Yusuf Hadi, dan Terdakwa III Harry Muhammad Adhi Caksono telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan alternatif kedua," ujar Hakim Sunoto.
Hakim menyatakan ketiganya melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP serta peraturan perundang-undangan terkait.
Sebelum menjatuhkan putusan, majelis hakim mempertimbangkan perbuatan para terdakwa yang tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih, dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), sebagai hal pemberat.
Yang juga memberatkan, perbuatan para terdakwa menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan negara sebagai direksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Kemudian, dampak perbuatan para terdakwa yang mengakibatkan ASDP terbebani utang dan kewajiban yang besar, menjadi pertimbangan memberatkan.
Tetapi, hakim ketua Sunoto menyatakan perbuatan para terdakwa yang bukan kesalahan murni untuk melakukan korupsi, tetapi kelalaian berat tanpa kehati-hatian dan itikad baik dalam prosedur serta tata kelola aksi korporasi ASDP dipertimbangkan sebagai alasan meringankan vonis.
Hal meringankan lainnya yang dipertimbangkan, yakni para terdakwa berhasil memberikan warisan untuk ASDP, tidak terbukti menerima keuntungan finansial, memiliki tanggungan keluarga, serta terdapat beberapa aksi korporasi yang dapat dioperasikan untuk kepentingan publik.
Vonis hakim tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum KPK. Sebelumnya, Ira Puspadewi dituntut 8 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan.
Sementara itu, Muhammad Yusuf Hadi dan Harry Muhammad Adhi Caksono masing-masing dituntut 8 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan.
Sebelumnya, tiga mantan petinggi PT ASDP itu didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp1,25 triliun dalam kasus akuisisi saham PT Jembatan Nusantara. Jaksa KPK menyebut kapal-kapal yang diakuisisi para terdakwa berada dalam kondisi tua, karam, dan tidak layak dioperasikan.
Persidangan pembacaan dakwaan digelar pada Kamis (10/7/2025) di Pengadilan Tipikor Jakarta. Para terdakwa adalah mantan Direktur Utama ASDP Ira Puspadewi, mantan Direktur Komersial dan Pelayanan ASDP Yusuf Hadi, serta mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan ASDP Harry Muhammad Adhi Caksono.
Jaksa KPK Wahyu Dwi Oktavianto saat membacakan surat dakwaan menyatakan, terdakwa merugikan keuangan negara Rp1.253.431.651.169 berdasarkan laporan penghitungan kerugian keuangan negara LHA-AF-08-DNA-05-2025 tanggal 28 Mei 2025.
Sedangkan pemilik PT Jembatan Nusantara, Adjie (A), telah ditetapkan sebagai tersangka. Saat ini masih dalam proses penyidikan di KPK. Ia kini berstatus tahanan rumah.
Related News
Kasus Pemerasan Modus Pinjol Ilegal, Polri Buru Dua Warga Asing
Kasus Illegal Access Platform di London, Polisi Tetapkan 1 Tersangka
Belanja Bansos Cair Rp147T, Wamenkeu Klaim Sudah Bantu Konsumsi Warga
Temuan BPOM, Ribuan Obat Ilegal Dijual di Marketplace Sepanjang 2025
Kasus Pajak 2016-2020, Kejagung Cekal Eks Dirjen Pajak dan Bos Djarum
KPK Pamerkan Barang Bukti Korupsi Investasi Fiktif Taspen Rp300M





