EmitenNews.com - Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengatakan APBN harus dijaga kesehatannya agar dapat menahan guncangan akibat ketidakpastian global. Salah satu upaya menjaga kesehatan APBN adalah dengan meningkatkan konsumsi produk dalam negeri.


“Kita udah sampaikan belanja produk dalam negeri sangat-sangat penting. Dan harusnya belanja produk dalam negeri bukan hanya jadi gerakan APBN, tapi menjadi gerakan seluruh perekonomian kita,” tandas Wamenkeu dalam BNI Investor Daily Summit, Rabu (12/10).


Wamenkeu menyampaikan optimisme dan kewaspadaan pemerintah dalam jangka pendek terkait dengan asumsi dasar yang digunakan dalam menyusun postur Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) tahun 2023.


“Kita akan optimalkan pendapatan negara dengan terus memperhatikan resiko-resiko kewaspadaan, tapi kita akan terus optimis. Di sisi belanja kita akan mendukung semua belanja yang meningkatkan produktivitas dan memainkan peranan APBN sebagai shock absorber tadi. Dari sisi pembiayaan sesuai undang-undang dari sejak awal kita memulai pandemi 2020, tahun depan defisit APBN akan dibawah 3% dari PDB,” terangnya.


Selain jangka pendek, pemerintah juga memiliki optimisme dan kewaspadaan terhadap perekonomian jangka menengah dan panjang. Untuk itu Wamenkeu mengungkapkan perlu adanya reformasi dari sisi struktural dan fiskal.


“Di structural, human capital transformasi ekonomi terus kita lakukan. Reformasi fiskal selama 2 tahun terakhir kita mengeluarkan UU pajak, UU desentralisasi fiskal yang baru, serta UU Cipta kerja yang sebenarnya juga adalah reformasi struktural. Kita juga melakukan reformasi penganggaran dan kita ingin melakukan reformasi sektor keuangan,” ungkap Suahasil.


Untuk mewujudkan itu, maka Wamenkeu menyebut diperlukan tiga kunci pilar pembangunan sumber daya manusia, baik itu dari sisi kesehatan, pendidikan, maupun perlindungan sosial.


Ia menyebut anggaran kesehatan akan keluarkan Rp169 triliun, pendidikan sesuai amanat Undang-Undang Dasar sebesar 20 persen dari belanja negara yaitu senilai Rp612 triliun, dan untuk perlindungan sosial termasuk subsidi kompensasi energi Rp479 triliun.


Saat ini, agenda reformasi struktural masih terus berjalan. Hal itu ditandai dengan upaya pemerintah untuk terus melalukan perbaikan sistem perpajakan yaitu melalui Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Selain itu juga dengan adanya reformasi pada UU Cipta Kerja, membentuk Indonesia Investment Authority (INA), serta perkembangan digitalisasi.


“Tantangan kita kedepan ya digitalisasi, fintech. Ini adalah kesempatan sekaligus tantangan kita. Sumber pembiayaan jangka panjang ini sangat penting. Dan ini yang kita coba susun sekarang dan akan kita usulkan dalam bentuk reform,” pungkasnya.(fj)