Akselerasi Bisnis Collection, BTN Luncurkan Operating Model Baru

CEO BTN Nixon (empat kiri) bersama pengurus perseroan. FOTO - ISTIMEWA
EmitenNews.com - Bank Tabungan Negara (BBTN) meluncurkan Business Process Improvement (BPI) Monoline Collection sebagai operating model baru collection. Itu dengan mengubah pembinaan debitur sebelumnya berdasar kelolaan masing-masing Kantor Cabang menjadi berdasar klaster wilayah, di bawah komando langsung Kantor Pusat.
Transformasi itu, diharap dapat membawa BPI lebih produktif, efisien, efektif dalam mendukung percepatan penagihan, dan eksekusi kredit bermaslah. Pada tahap awal uji coba atau piloting inisiatif, BTN menerapkan piloting BPI Monolin Collection Kantor Wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara (Kanwil Jabalnusra).
Pada acara dilakukan secara hibrid di kantor pusat BTN, dan interaktif secara daring dengan para pimpinan kantor wilayah, dan kantor cabang BTN khususnya Kanwil Jabalnusra, Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu menjelaskan inisiatif BPI Monoline Collection. Langkah itu, bagian dari salah satu misi perseroan saat ini, yaitu menerapkan praktik tata kelola perusahaan baik, dan inovasi bisnis berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat, dan kelestarian lingkungan.
“Salah satu poin penting dalam Corporate Plan BTN tahun 2025 optimalisasi strategi collection and recovery. Dengan adanya langkah penyempurnaan ini, kita berharap dapat mencapai target rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) gross di level 3,04 persen pada akhir tahun ini. Masih ada sisa lima bulan, jadi setelah inisiatif ini roll out secara massal, harapannya dapat mendorong pencapaian target,” tutur Nixon, pada Kick Off Implementasi Pilot BPI Monoline Collection Kanwil Jabalnusra di Menara 1 BTN Harmoni, Jakarta, Jumat, 1 Agustus 2025.
Nixon memaparkan, sisi collection BTN menghadapi sejumlah tantangan yang muncul dari kondisi makroekonomi global dan domestik. Misalnya, dinamika perekonomian pasca Covid-19, ketegangan geopolitik, dan ketidakpastian telah berdampak pada banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK), kenaikan biaya hidup, inflasi, dan perang dagang dipicu kebijakan tarif impor Amerika Serikat (AS).
Berbagai tantangan itu, harus diantisipasi sehingga tidak berdampak terhadap bisnis bank terutama kenaikan rasio kredit bermasalah. Oleh sebab itu, lanjut Nixon, BTN melihat kebutuhan untuk melakukan transformasi proses bisnis secara menyeluruh, termasuk di sisi collection. Melalui langkah improvement tersebut, BTN berharap dapat meningkatan efisiensi dan produktivitas pada aspek collection.
“Saat ini biaya collection and recovery masih tinggi karena biaya transportasi dan lain-lain yang semakin mahal, serta tumpang-tindih di kantor cabang untuk proses penagihan. Dengan penyempurnaan sistem collection dan strategi recovery, kita berharap dapat memperkuat risk underwriting dan menjaga cost of credit di bawah 1,2 persen,” imbuhnya.
Nixon menambahkan, penyempurnaan sistem collection juga merupakan bagian dari inisiatif strategis BTN sebagai bank modern, yakni penguatan holistic banking propositions (penawaran layanan perbankan yang menyeluruh) dan capabilities to deliver at scale (kapabilitas untuk melayani dengan skala yang lebih besar). Hal ini sejalan dengan visi jangka panjang BTN hingga 2029, yakni menjadi “Mitra Utama dalam Pemberdayaan Finansial Keluarga Indonesia”.
“Kita bukan lagi hanya sekadar bank yang berjualan KPR (kredit pemilikan rumah), tetapi menawarkan package produk yang holistik, sehingga operasional kantor cabang pun kita transformasi menjadi lebih terfokus, baik itu ke portofolio (pembiayaan) maupun ke transaksi. Sebelum mencapai ke sana, kita bereskan dahulu collection-nya,” ucap Nixon.
Pada kesempatan sama, Direktur Risk Management BTN Setiyo Wibowo mengatakan, saat ini merupakan waktu tepat bagi perseroan untuk melakukan improvement collection karena situasi makroekonomi dan kinerja bisnis yang relatif terjaga dengan baik.
“Saat ini adalah waktu yang baik untuk memperbaiki “rumah” atau infrastruktur kita, setiap bocor kita perbaiki saat hujan dan badai sudah mulai reda. Tahun ini pressure suku bunga sudah turun dan cost of fund (biaya dana) melandai. Tujuan akhir kita adalah mengurangi biaya Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) karena setiap tahun kita keluar biaya cukup besar untuk itu. Kalau itu bisa diperbaiki, kita bisa gunakan biayanya untuk meng-generate revenue dan meningkatkan profitabilitas,” jelas Setiyo.
Setiyo menambahkan, dengan adanya sekitar 2.000 staf dan tenaga collection di seluruh Indonesia, BTN berkomitmen untuk melakukan improvement pada proses bisnis collection dengan benchmarking bank-bank top internasional. Salah satu yang menonjol dari best practice di tingkat global adalah penerapan teknologi otomasi (automation) untuk berbagai bidang, termasuk collection, contohnya penggunaan chat bot atau mesin percakapan otomatis untuk proses penagihan kepada debitur.
“Hampir semua bank yang sudah maju, collection-nya banyak diotomasi dan menggunakan analytics. Kita juga akan mengubah dari sistem terdistribusi menjadi regionalisasi atau cluster-based. Kita sering mendengar namanya decision engine yang menggantikan proses manual, nantinya collection di BTN juga akan demikian, sehingga semakin personalized dan efisien,” pungkas Setiyo. (*)
Related News

WIKA Sukses Turunkan Utang Usaha dan Berbunga Rp6,26 Triliun

Emiten Lo Kheng Hong (DILD) Ungkap Obligasi Jatuh Tempo Rp250M

KBLI Akan Proses Mundurnya Wadirut

Komisaris Indosat (ISAT) Resign, Kenapa?

Integra Indocabinet (WOOD) Raih Pendapatan Rp1,45T di Kuartal II-2025

Sultan Subang Buang 27,77 Juta Saham Emiten Busana Muslim di FCA