EmitenNews.com - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hari ini, Senin (10/1) diperkirakan bergerak. Itu seiring koreksi menyergap bursa Asia. Namun, akan ada perlawanan dari sisi investor bullish. 


”IHSG akan bergerak pada rentang support 6.660, dan resisten 6.730,” tutur Alwin Rusli, Research Analis Reliance Sekuritas, Senin (10/1).


Berdasar grafik, saat ini IHSG tengah berada di sekitar ambang batas atas level resistance 6.687. Apalagi, pergerakan IHSG pada Jumat kemarin terlihat menembus ke atas. Meski volume tidak begitu tinggi, namun masih ada potensi penguatan.


Sejumlah saham berpotensi menguat antara lain Indika Energy (INDY), Adaro Energy (ADRO), Astra Agro Lestari (AALI), Japfa Comfeed (JPFA), Merdeka Copper Gold (MDKA), Sido Muncul (SIDO), dan BFI Finance (BFIN).


Akhir pekan lalu, IHSG ditutup melesat 0,72 persen menjadi 6.701,31. Larangan ekspor batu bara berdampak cukup signifikan. Buktinya, harga coal kembali menanjak signifikan. Itu kemudian berdampak pada penguatan sektor energi. Sektor energi surplus 1,97 persen, sektor industri naik 1,20 persen, dan sektor transportasi & logistic melesat 1,15 persen. Investor asing membukukan net buy pasar regular Rp989,93 miliar, dan saham-saham paling banyak dibeli BBCA, ARTO, dan PTBA.


Pelemahan bursa Amerika Serikat (AS) Wall Street menyusul lonjakan kasus Covid-19 varian omicron. Investor khawatir di tengah tingginya kasus pandemi, akan membuat pemerintah AS kembali memberlakukan lockdown. Di samping itu, ancaman kenaikan tingkat suku bunga juga masih menghantui.


Itu terefleksi dari indeks Nasdaq anjlok dibanding indeks lain. Koreksi terjadi karena tingkat suku bunga tinggi mengancam pertumbuhan perusahaan teknologi, dan startup. Selain itu, para investor juga merespons mengenai tingkat pertumbuhan tenaga kerja lambat meski tingkat pengangguran rendah.


Sementara itu, bursa Asia hari ini anjlok. Bursa Kospi Korea diperdagangkan drop lebih dari satu persen. Indeks Nikkei Bursa Jepang tutup karena libur nasional. Pelemahan pada bursa Korea tersebab kebijakan AS akan mempercepat kenaikan tingkat suku bunga, dan pelaporan tingkat penciptaan tenaga kerja lambat. (*)