EmitenNews.com - PT Adhi Kartiko Pratama Tbk (NICE) berambisi menjadi salah satu pemain utama di industri nikel domestik dan perusahaan tambang kelas dunia pasca perusahaan raksasa asal Korea Selatan, LG Group, memegang kendali utama perseroan.

LG Group, melalui LX International Corp, resmi mengambil alih NICE pada 16 Januari 2024 lewat entitas berbadan hukum Indonesia, PT Energy Battery Indonesia (EBI). EBI mengusai 60% saham NICE, sementara pemilik sebelumnya masih memegang 20% saham NICE, dan 20% sisanya dimiliki publik.

Dengan masuknya LX International (dahulu bernama LG International Corp), maka rencana bisnis perseroan dipercaya bisa tereksekusi maksimal. Dalam jangka pendek, perseroan akan menggenjot penjualan bijih nikel seiring dengan rencana peningkatan produksi dari 2 juta ton pada 2023 menjadi 2,5 juta ton tahun ini. 

Kenaikan volume produksi dan penjualan ini diharapkan bisa mengompensasi harga nikel yang masih bergerak fluktuatif, sehingga kinerja keuangan perseroan bisa tumbuh positif. Tahun ini, NICE memproyeksikan pendapatan dan laba bersih bisa naik di kisaran 5-10% year on year (yoy). 

 

Permintaan nikel, baik domestik maupun global diperkirakan akan terus meningkat sejalan dengan pengembangan industri kendaraan listrik dan baja. The International Nickel Study Group (INSG) memperkirakan, permintaan nikel global akan meningkat dari 3,2 juta ton pada 2023 menjadi 3,5 juta ton tahun ini. 

Permintaan ini diproyeksikan akan terus naik, khususnya yang berasal dari para produsen baterai kendaraan listrik (Electric Vehicle/EV). Seperti diketahui, LG Group merupakan salah satu investor kakap yang membenamkan modalnya di Indonesia untuk menggarap megaproyek baterai EV. 

 

LG Group membentuk konsorsium yang terdiri dari  LG Energy Solution, LG Chem, Huayou, LX International, Posco Future M, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), dan Indonesia Batttery Corporation (IBC). Total nilai investasi proyek ini ditaksir mencapai US$9,8 miliar atau sekitar Rp153 triliun (kurs tengah Bank Indonesia 1US$ = Rp15.624). 

Dengan demikian, NICE berpotensi menjadi bagian dari ekosistem bisnis jumbo LG Group di Tanah Air. Sejalan dengan hal tersebut, NICE berkomitmen untuk melanjutkan ekspansi tambang dengan melakukan eksplorasi dan akuisisi. Ini merupakan rencana jangka menengah yang disiapkan perseroan demi menunjang kinerja di masa mendatang. 

 

Tidak hanya itu, perseroan juga berencana membangun smelter untuk mendukung kebijakan hilirisasi jangka panjang pemerintah. Saat ini NICE memiliki lahan tambang seluas 1.975 Hektare (Ha) di Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Total sumber daya (resource) tambang perseroan mencapai 152,2 juta Wet Metric Ton (WMT), yang terdiri dari 90,2 juta WMT limonit dan 62 juta WMT saprolit. 

Adapun, total cadangan (reserve) perseroan mencapai 83,5 juta WMT. Dari total reserve tersebut, sebesar 54,3 juta WMT dalam bentuk limonit dan 29,2 juta WMT berbentuk saprolit. Adapun, umur tambang NICE diperkirakan bisa mencapai 44,6 tahun.

 

Pda perdagangan hari ini saham NICE melejit 22 persen mentok  Auto rejection Atas (ARA) menjadi Rp1.200 per lembar.

NICE mencatatkan saham perdana di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 9 Januari 2024 dengan harga perdana Rp438 per lembar dan bergerak dalam tren penguatan. Hingga penutupan 15 Maret 2024, harga saham NICE melonjak hampir 127% sejak listing perdana.