EmitenNews.com - Aliansi Rakyat untuk Keadilan dan Kesejahteraan Indonesia (Arruki) menggugat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Gugatan praperadilan ini dilayangkan karena Komisi antirasuah dinilai menghentikan penyidikan korupsi dalam penyelenggaraan haji yang diduga melibatkan (mantan) Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas. 

Dalam keterangannya yang dikutip Kamis (15/5/2025), Ketua Umum Arruki, Marselinus Edwin Hardhian mengungkapkan, laporan tersebut telah disampaikan oleh kelompok masyarakat yang tergabung dalam Jaringan Perempuan Indonesia (JPI) pada Agustus 2024. Namun, hingga Mei 2025, belum ada perkembangan signifikan dari KPK terkait laporan dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) tersebut.

“Pada 6 Agustus 2024, kelompok masyarakat yang tergabung dalam JPI mengajukan laporan kepada KPK terkait tindak pidana KKN yang diduga dilakukan oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Termohon mengatakan bahwa pihaknya sedang melakukan pemeriksaan terhadap laporan tersebut,” kata Marselinus Edwin hardhian, dalam keterangannya, Rabu (14/5/2025). 

Dalam laporan tersebut terdapat dugaan penyimpangan serius. Termasuk masalah pungutan biaya haji yang melebihi ketentuan dan pengalihan kuota haji reguler ke haji khusus secara sepihak. 

Selain laporan di KPK, Marselinus juga merujuk pada temuan Panitia Khusus Angket DPR yang menyebut adanya indikasi korupsi dalam penyelenggaraan haji 2024. Ia menyebut pelaksanaan ibadah haji tahun lalu sebagai yang “terburuk sepanjang sejarah”, dengan banyak jemaah mengalami masalah serius, bahkan ada yang meninggal dunia. 

“Banyak jemaah yang tidak mendapatkan tenda, makanan, kamar hotel, bahkan ada laporan beberapa orang meninggal dunia akibat ketidakberesan penyelenggaraan haji. Ada juga korban yang gagal berangkat ke Tanah suci karena tindak pidana korupsi dalam kuota haji ini,” tambah Marselinus.

Setidaknya sudah ada lima laporan yang masuk ke KPK terkait dugaan pelanggaran oleh Menteri Agama, namun semuanya belum menunjukkan penanganan yang transparan. Lambannya tindak lanjut oleh KPK dapat dikategorikan sebagai bentuk penghentian penyidikan secara diam-diam atau materiil, yang tidak sah menurut hukum. 

“Tindakan KPK yang tidak menindaklanjuti berbagai laporan tersebut dapat dikatakan sebagai penghentian penyidikan secara diam-diam yang tidak sah dan melawan hukum,” ujarnya. 

Berdasarkan informasi yang dimuat di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Selatan, perkara ini telah teregister dengan nomor 59/Pid.Pra/2025/PN.Jkt.Sel. 

Sidang perdana perkara praperadilan melawan KPK dijadwalkan berlangsung pada Selasa, 20 Mei 2025. ***