EmitenNews.com—Tahun depan,  para ekonom global memprediksikan perekonomian dunia terancam alami krisis, bahkan dapat  menuju resesi. Kebijakan suku bunga tinggi di berbagai negara maju, khususnya Amerika Serikat, angka pengangguran yang akan naik, pertumbuhan ekonomi yang minim, krisis pangan, energi dan perang, akan menjadi pemicu semua itu. “Ekonomi dunia sedang tidak baik-baik saja,” sindir Prof Bambang Brodjonegoro saat memberikan kata sambutan pada acara CSA Awards 2022 pada 27 Oktober 2022 lalu.

 

Menyikapi kondisi demikian, Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI)  dan CSA Community  didukung Perkumpulan Profesional Pasar Modal Indonesia (PROPAMI) mencoba mengajak para stakeholder dan pelaku pasar modal yang terdiri dari, professional, investor, expert, para manajerial perusahaan publik dan komunitas yang peduli pasar modal untuk mengulas dan mencari solusi atas kondisi perekonomian global dan lokal pada tahun 2023. Maka dibentuklah panitia pelaksanaan seminar Economic and Market Outlook Capital 2023.

 

Haryajid Ramelan, Ketua Pelaksana Economic and Market Outlook Capital 2023, menyatakan bahwa potensi resesi global akan menjadi ancaman bagi ekonomi dan pasar modal Indonesia. Karenanya seminar ini dilaksanakan dalam upaya mencari solusi dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi dan dunia pasar modal nasional, Diharapkan dalam seminar ini dapat diperoleh rangkuman, analisa, gambaran kondisi industri, perekonomian dan pasar modal global  serta dampaknya terhadap ekonomi dan pasar modal nasional di tahun 2023

 

Seminar yang dilaksnaakan pada 8 Desember 2022 di Aula Prajurit, Gedung Balai Sudirman, Jakarta itu, menghadirkan pembicara ekonom, analis, direksi perusahaan publik dan praktisi pasar modal.  Antara lain, Prof Bambang Brodjonegoro, Prof Roy Sembel, Hans Kwee, Alfatih, Faisal Rachman, S.E., M.PP., M.Sc. Senior Vice President PT Bank Mandiri, dan M. Agus Setiawan, Direktur Pengembangan Usaha PT Jasa Marga Tbk.

 

Dalam materi paparannya Prof Bambang Brodjonegoro mengingatkan, bahwa tahun mendatang pertumbuhan ekonomi global hanya akan mencapai 2,7%. Angka ini mengalami penurunan ketimbang di saat krisis pandemic covid 19 tahun 2021 yang mencapai 6% dan menurun pada tahun 2022 hanya 3,2%.

 

Tiga ekonomi terbesar dunia (Amerika Serikat, RRC dan Uni Eropa) akan melemah. Bahkan secara global akan terjadi pengetatan likuiditas dengan kenaikan suku bunga yang dilakukan oleh bank sentral dalam melawan inflasi. “Koreksi negatif pertumbuhan ekonomi lebih banyak terjadi di negara maju ketimbang negara berkembang,” ujar Bambang Brodjonegoro dalam diskusi panel yang dipandu moderator Haryajid Ramelan.

 

Faisal Rachman, Senior Ekonom PT Bank Mandiri Tbk, mengingatkan akan adanya risiko dari ekonomi global dan domestic. Faktor dominan global selain tingkat bunga federal reserve yang masih akan tinggi, juga resesi di beberapa negara, termasuk di Cina yang akan alami perlambatan ekonomi serta perang dan juga harga komoditi yang tinggi. 

 

Dampaknya pada perekonomian nasional akan terjadi berbagai kebijakan fiskal dan moneter yang akan menstimulus perekonomian agar tetap bisa bertumbuh. Tekanan lain perekonomian domestik tahun 2023, berupa tahun politik menjelang pilpres 2024. 

 

Hal yang sama disampaikan, Yohanis Hans Kwee. Hans yang juga menjabat sebagai Direktur Anugerah Mega Investama memprediksi suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) atau Federal Funds Rate (FFR) akan mencapai puncaknya di kuartal II-2023 sebesar 5%. Dampaknya, akan menyebabkan pasar saham di dalam negeri pun bisa terkoreksi.