EmitenNews.com -Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bertemu kembali level 7355-7377 yang merupakan titik tertinggi sepanjang sejarah bagi IHSG. Uptrend tak diragukan lagi sangat kuat  walau di tengah bayang-bayang RSI negative divergence.

IHSG melaju mantap di atas MA10 dan menciptakan rally terbaik  sejak  berangkat dari bottom di awal Nov'2023 (+10.8%). Asing mencatat beli bersih atau Net Buy Rp2,1 triliun.

Indeks Harga Saham Gabungan ( IHSG ) berhasil ditutup cerah bergairah pada perdagangan Kamis (4/1/2023), di mana IHSG kembali mencetak rekor tertinggi barunya pada hari ini.

IHSG ditutup melesat 1,11% ke posisi 7.359,76. IHSG kembali mencetak rekor tertinggi sepanjang masa atau  all time high  (ATH) barunya pada perdagangan kemarin. Terakhir, IHSG mencetak ATH di posisi 7.323,58 yang terjadi pada perdagangan Selasa lalu.

Nilai transaksi IHSG kemarin mencapai sekitar Rp 9,8 triliun dengan melibatkan 17 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1,2 juta kali. Sebanyak 326 saham menguat, 221 saham melemah dan stagnan.

Secara sektoral, sektor transportasi menjadi penopang terbesar IHSG pada hari ini, yaknni mencapai 2,3%. Selain transportasi, sektor keuangan dan energi juga menjadi penopang indeks masing-masing 2,13% dan 1,71%.

Saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) menjadi saham bank raksasa yang penguatannya paling besar di sesi I hari ini yakni melonjak 4,51% ke posisi Rp 6.375/unit. Bahkan, saham BMRI juga sempat mencetak  all time high  (ATH) terbarunya di Rp 6.400/unit pada sesi II hari ini. Adapun ATH terakhir BMRI pasca  stock split  berada di harga Rp 6.125/unit

Tak hanya BMRI, saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) juga melonjak 4,21% menjadi Rp 5.575/unit. Bahkan, BBNI juga sempat menyentuh ATH barunya di Rp 5.600/unit, di mana ATH BBNI sebelumnya berada di Rp 5.375/unit.

Bergairahnya saham-saham bank jumbo membuat sektor keuangan menjadi penopang terbesar IHSG pada sesi II Rabu 4 Januari 2024, yakni mencapai 1,78%.

Melesatnya saham bank jumbo terjadi di tengah prospeknya yang cenderung cerah di 2024. Dimulai dari PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) yang dinilai akan menerima manfaat dari proyeksi penurunan suku bunga acuan pada 2024.

Sedangkan BMRI akan terdorong oleh kinerja anak usahanya. Sementara untuk PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) diperkirakan akan berada pada jalur yang tepat untuk meraih pertumbuhan pinjaman yang agresif mengingat ruang likuiditas yang sangat besar.

Terakhir, BBNI dinilai akan membuka ruang untuk rasio pembayaran dividen yang lebih tinggi.