EmitenNews.com - Praktik tata kelola berkelanjutan (sustainability governance) diharapkan mampu menjamin keberlanjutan bisnis. Regulator, lembaga penggiat GCG, dan korporasi, meyakini praktik ini tata kelola berkelanjutan yang berbasis pilar GCG ini berdampak positif kepada perusahaan lantaran mengkreasikan nilai tambah terhadap laju bisnis, sosial, dan lingkungan hidup. Investor pun mempertimbangkan praktik tata kelola berkelanjutan yang diterapkan perusahaan itu untuk memutuskan berinvestasi.Demikian rangkuman pada seminar virtual yang digelar Indonesian Institute for Corporate Directorship (IICD) di Jakarta pada Kamis pekan ini.


IICD mendorong penerapan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/GCG) dalam menjalankan bisnisnya dan berdampak positif terhadap ekonomi, masyarakat, dan lingkungan hidup. Hal itu dapat diterapkan korporasi atau lembaga public dengan memastikan kepatuhan terhadap peraturan-peraturan yang berlaku di setiap aspek operasional, menghindari konflik kepentingan dan pelanggaran etika bisnis, kejelasan lingkup pelaporan internal, kejelasan peran, kewenangan dan tanggung jawab dari setiap komponen perusahaan. “Tata kelola keberlanjutan yang transparan dan mencapai kinerja yang terukur penting diperhatikan oleh setiap pelaku bisnis. Oleh karena itu, setiap perusahaan perlu untuk menerapkan strategi keberlanjutan. Membangun tata kelola berkelanjutan merupakan tugas kita bersama,” kata Chairman Indonesian Institute for Corporate Directorship (IICD), Sigit Pramono pada IICD CG Virtual Conference di Jakarta, Kamis (19/5/2022).



Penerapan tata kelola keberlanjutan (sustainability governance) ditujukan untuk menjamin keberlanjutan bisnis dengan memastikan kepatuhan terhadap peraturan-peraturan yang berlaku di setiap aspek operasional, menghindari konflik kepentingan dan pelanggaran etika bisnis, kejelasan lingkup pelaporan internal, kejelasan peran, kewenangan dan tanggung jawab dari setiap komponen perusahaan.


Impelementasi tata kelola berkelanjutan sangat strategis. Dewan direksi bersama komisaris perusahaan perlu merumuskan target kinerja bisnis dan merealisasikan program-program keberlanjutan berdasarkan aspek Environmental, Social and Governance (ESG) dalam jangka pendek maupun jangka panjang untuk meminimalisasi dan mengelola risiko keberlanjutan.


Sigit menjelaskan ESG menegaskan pentingnya aspek keberlanjutan pada segala aktivitas bisnis perusahaan. Pentingnya isu-isu ESG dapat digunakan sebagai kriteria dalam mengevaluasi perusahaan. Para investor domestik dan global menggunakan kriteria ESG untuk menghindari investasi berisiko. Sehingga, integrasi ESG dalam operasional dan praktik bisnis adalah jalan yang harus ditempuh. “Jika kita berbicara terkait konsumen, preferensi konsumen terhadap produk dan layanan yang ramah lingkungan dan bertanggung jawab secara sosial memungkinkan mereka untuk memenangkan kepercayaan pelanggan dan mendapatkan imbal hasil yang keberlanjutan,” kata Sigit.


Kepercayaan dan dukungan serta legitimasi dari masyarakat atas peran sosial dan lingkungan yang telah dilakukan perusahaan dapat berdampak baik bagi kelangsungan hidup perusahaan di masa yang akan datang. “Harus ada upaya sungguh-sungguh dari segenap pemangku kepentingan (stakeholder) untuk membangun sinergi dan kolaborasi dalam menciptakan bisnis yang bukan hanya bertujuan menarik investor sebanyak-banyaknya namun juga mendapat kepercayaan dari masyarakat atau publik,” jelas Sigit.


Pada kesempatan ini, Ketua Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG), Mardiasmo, menjelaskan tata kelola perusahaan atau corporate governance merupakan topik yang hangat dibicarakan sejak krisis keuangan melanda Asia pada 1997-1998. Mardiasmo menjelaskan, krisis keuangan saat itu terjadi karena implementasi praktik-praktik tata kelola perusahaan yang buruk. “Lemahnya tata kelola internal perusahaan yang baik, yang diikuti dengan praktek-praktek kedekatan hubungan yang erat antara pemerintah dan pelaku usaha, konglomerasi dan monopoli, serta proteksi, subsidi dan intervensi pasar, telah menjadi penyebab utama rendahnya kinerja dan saing perusahaan serta turunnya nilai perusahaan di mata para investor dan calon investor,” kata Mardiasmo.


Untuk memitigasi risiko, regulator menerbitkan beberapa aturan mengenai serta inisiatif GCG dari beberapa lembaga nirlaba. Menurut Mardiasmo, perusahaan-perusahaan publik maupun emiten (perusahaan tercatat di Bursa Efek Indonesia) diharuskan menerapkan menekankan GCG sebagai suatu sistem nilai dan best practices yang sangat fundamental untuk meningkatkan nilai perusahaan. Bahkan, beberapa survei internasional juga menunjukkan bahwa para investor institusi lebih menaruh kepercayaan terhadap perusahaan-perusahaan yang memiliki CG yang baik dan memandang CG sebagai salah satu kriteria kualitatif penentu, yang sama pentingnya dengan kinerja keuangan dan potensi pertumbuhan.


Perusahaan tercatat atau emiten diharapkan dapat mengelola perusahaannya secara lebih akuntabel, transparan dan bertanggung jawab, sehingga dapat memberikan jaminan rasa aman dan dapat menumbuhkan kepercayaan dari para investor maupun calon investor untuk menempatkan dananya pada perusahaan terbuka.


Penerapan GCG perlu didukung oleh tiga pilar yang saling berhubungan, yaitu negara dan perangkatnya sebagai regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar, dan masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha.“Azas GCG yang dikembangkan oleh KNKG dalam buku Pedoman Umum GCG Indonesia adalah TARIF (Transparency, Accountability, Responsibility, Independency, dan Fairness) yang merupakan refleksi dari 5 bagian dari prinsip CG Organization for Economic Corporation and Development (OECD) dan menjadi rujukan regulator dalam membangun framework bagi penerapan CG di Indonesia,” jelas Mardiasmo


Prinsip CG dari OECD ini mencakup 5 (lima) bagian yaitu hak-hak para pemegang saham (Rights of Shareholders), perlakuan setara terhadap pemegang saham (Equitable Treatment of Shareholders), peran pemangku kepentingan (Role of Stakeholders), pengungkapan dan Transparansi (Disclosures and Transparencies), dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi (Responsibilities of the Board). “Penerapan GCG dilakukan tidak sekedar memenuhi ketentuan otoritas atau peraturan perundang-undangan yang berlaku, akan tetapi lebih didorong oleh kesadaran bahwa membangun tata kelola yang baik merupakan kunci penting untuk meningkatkan kinerja dan keunggulan daya saing berkelanjutan,” ujar Mardiasmo.