EmitenNews.com - Komisi Pemberantasan Korupsi masih harus mengejar aset para koruptor untuk dikembalikan ke negara. Kini, KPK terus menelusuri tiga mobil mewah yang dipindahkan dari rumah dinas eks Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer (Noel) usai operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu (20/8/2025) malam. Dalam operasi senyap ini, KPK menyita 22 kendaraan dari 11 tersangka, termasuk Noel.

“Sampai dengan hari ini masih terus dilakukan pencarian oleh penyidik,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (27/8/2025). 

KPK meminta pihak-pihak yang mengetahui keberadaan tiga mobil tersebut untuk bersikap kooperatif dan mengirimkan mobil tersebut kepada KPK. Jika ketahuan, jelas ada ancaman hukuman bagi siapapun yang terbukti menyembunyikan aset yang dikuasai pelaku korupsi.

KPK meyakini, tiga mobil tersebut diduga berasal dari hasil korupsi. Aset-aset tersebut juga menjadi salah satu barang bukti tentunya dalam proses penyidikan perkara korupsi pengurusan sertifikasi K3 di Kemnaker.

Penyidik komisi antirasuah juga mencari pihak-pihak yang memindahkan mobil tersebut. Siapa yang memindahkan, masih terus dilakukan pencarian oleh penyidik.

KPK mengungkapkan terdapat tiga unit mobil mewah dipindahkan dari rumah dinas Immanuel Ebenezer usai operasi tangkap tangan pada Rabu (20/8/2025). Penyidik mendapatkan informasi terdapat tiga mobil yaitu Land Cruiser, Mercy, dan BAIC yang dipindahkan dari rumah dinas Wamen, pasca kegiatan tangkap tangan.

Pada Selasa (26/8/2025), KPK menggeledah rumah dinas Noel di kawasan Pancoran. Dari penggeledahan tersebut, KPK menyita sejumlah barang bukti, yakni satu unit mobil Toyota Alphard dan 4 unit telepon seluler. Dengan begitu, sudah 23 kendaraan yang disita dari kasus pemerasan itu, 18 di antaranya roda empat, dan sisanya motor.

Penggeledahan ini dilakukan terkait dengan kasus pemerasan pengurusan sertifikat kesehatan dan keselamatan kerja (K3) yang menjerat Noel, sapaan akrab Immanuel, sebagai tersangka.

Menurut Budi Prasetyo, empat unit handphone tersebut ditemukan di plafon rumah dinas Noel. “Ya, penyidik menemukan 4 handphone di plafon rumah yang bersangkutan.”

Pada saatnya KPK akan memeriksa Noel untuk menanyakan apakah handphone tersebut sengaja disembunyikan di plafon rumah atau tidak. Selain itu, penyidik akan membuka isi dari handphone tersebut untuk mengetahui informasi-informasi terkait kasus korupsi yang menjerat Noel. 

“Tentu nanti dalam proses pemeriksaan kepada yang bersangkutan itu juga akan ditanyakan, termasuk juga isi dari BBE (barang bukti elektronik) tersebut nanti akan kita buka, kita akan melihat informasi-informasi dalam BBE tersebut,” kata Budi Prasetyo.

Dalam perkara pemerasan di Kemnaker ini, selaku Wamenaker, Noel diduga mengetahui dan membiarkan praktik pemerasan yang sudah terjadi sejak 2019 itu. Ketua KPK Setyo Budiyanto mengungkapkan, Noel diduga menerima Rp 3 miliar dari praktik pemerasan pengurusan sertifikat K3 di Kemenaker. 

"Sejumlah uang tersebut mengalir kepada pihak penyelenggara negara yaitu Saudara IEG (Immanuel Ebenezer) sebesar Rp 3 miliar pada Desember 2024," kata Setyo Budiyanto dalam konferensi pers, Jumat (22/8/2025).

Setyo Budiyanto menjelaskan, dalam perkara ini, KPK menduga ada praktik pemerasan dalam pengurusan sertifikasi K3 yang menyebabkan pembengkakan tarif sertifikasi. Dari tarif sertifikasi K3 sebesar Rp 275.000, fakta di lapangan menunjukkan bahwa para pekerja atau buruh harus mengeluarkan biaya hingga Rp6.000.000.

“Ada tindak pemerasan dengan modus memperlambat, mempersulit, atau bahkan tidak memproses permohonan pembuatan sertifikasi K3 yang tidak membayar lebih," kata Setyo Budiyanto. 

KPK mencatat selisih pembayaran tersebut mencapai Rp81 miliar yang kemudian mengalir kepada para tersangka, termasuk Rp3 miliar yang dinikmati oleh Noel.

KPK menjerat Noel dan 10 tersangka lainnya dengan Pasal 12 huruf (e) dan/atau Pasal 12B UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.