KPK Tegaskan Tetap Berwenang Usut Kasus Korupsi di BUMN

Ilustrasi Komisi Pemberantasan Korupsi. Dok. KPK.
EmitenNews.com - Undang-Undang BUMN yang baru, tidak menghalangi Komisi Pemberantasan Korupsi mengusut kasus korupsi yang melibatkan direksi, komisaris, atau pengawas di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan, lembaga antirasuah tetap berwenang mengusut kasus korupsi yang dilakukan oleh para bos perusahaan negara tersebut.
Dalam keterangannya yang dikutip Kamis (8/5/2025), Setyo Budiyanto menanggapi beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) terkait status penyelenggara negara dan kerugian keuangan negara.
"KPK berpandangan tetap memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Direksi/Komisaris/Pengawas di BUMN," kata Setyo Budiyanto.
Mengutip Pasal 9G UU Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN menyatakan Anggota Direksi/Dewan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN bukan Penyelenggara Negara, ternyata kontradiktif dengan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
"Ketentuan tersebut kontradiktif dengan ruang lingkup Penyelenggara Negara yang diatur dalam Pasal 1 angka 1, Pasal 2 angka 7 beserta Penjelasannya dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN)," ujar jenderal polisi bintang tiga itu.
Keberadaan UU Nomor 28 Tahun 1999 merupakan hukum administrasi khusus berkenaan dengan pengaturan Penyelenggara Negara, yang memang bertujuan untuk mengurangi adanya KKN. Karenanya, sangat beralasan jika dalam konteks penegakan hukum tindak pidana korupsi berkenaan dengan ketentuan Penyelenggara Negara.
"KPK berpedoman pada UU Nomor 28 Tahun 1999," tuturnya.
Di samping itu, penjelasan Pasal 9G UU Nomor 1 Tahun 2025 dapat dimaknai bahwa direksi dan komisaris BUMN masih berstatus penyelenggara negara.
Hal ini tercantum pada bagian Pasal demi Pasal yang berisi penjelasan pasal dalam UU Nomor 1 Tahun 2025. Penjelasan Pasal 9G UU Nomor 1 Tahun 2025 berbunyi: Tidak dimaknai bahwa bukan merupakan penyelenggara negara yang menjadi pengurus BUMN statusnya sebagai penyelenggara negara akan hilang.
Menurut KPK, penjelasan itu memiliki makna status penyelenggara negara tidak hilang. Dengan demikian, KPK berkesimpulan bahwa Anggota Direksi/Dewan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN tetap merupakan Penyelenggara Negara sesuai UU Nomor 28 Tahun 1999. Sebagai Penyelenggara Negara, maka Direksi/Komisaris/Pengawas BUMN tetap memiliki kewajiban untuk melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dan penerimaan gratifikasi.
Pada bagian lain Setyo Budiyanto juga menyoroti Pasal 4B UU Nomor 1 tahun 2025 berkenaan dengan Kerugian BUMN bukan Kerugian Keuangan Negara, serta Pasal 4 ayat (5) berkenaan dengan modal negara pada BUMN merupakan kekayaan BUMN.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor: 48/PUU-XI/2013 dan 62/PUU-XI/2013 yang dikuatkan dengan putusan nomor: 59/PUU-XVI/2018 dan 26/PUU-XIX/ 2021 yang menjadi acuan dan telah menjadi akhir dari polemik kekayaan negara yang dipisahkan.
Konstitusionalitas keuangan negara yang dipisahkan tetap merupakan bagian dari keuangan negara
MK menyatakan konstitusionalitas keuangan negara yang dipisahkan tetap merupakan bagian dari keuangan negara, termasuk dalam hal ini BUMN yang merupakan derivasi penguasaan negara. Karena itu, segala pengaturan di bawah UUD tidak boleh menyimpang dari tafsir konstitusi MK.
"KPK menyimpulkan bahwa kerugian BUMN merupakan kerugian keuangan negara yang dapat dibebankan pertanggungjawabannya secara pidana (TPK) kepada Direksi/Komisaris/Pengawas BUMN," kata Setyo Budiyanto.
Hal itu dapat dilakukan sepanjang kerugian keuangan negara yang terjadi di BUMN akibat perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang atau penyimpangan atas prinsip Business Judgment Rule (BJR) vide Pasal 3Y dan 9F UU No.1 Tahun 2025.
Misalnya, diakibatkan fraud, suap, tidak dilakukan dengan iktikad baik, terdapat konflik kepentingan, dan lalai mencegah timbulnya keuangan negara yang dilakukan oleh Direksi/Komisaris/Pengawas BUMN.
Related News

Dari Perkara Sugar Group-Marubeni, Zarof Ricar Akui Terima Rp50 Miliar

Dipantau Wapres Gibran, Proyek Garapan PTPP Catatkan Progres Positif

Kisah Marsinah, Aktivis Buruh yang Diusulkan jadi Pahlawan Nasional

Truk ODOL Berseliweran, Butuh Rp41 Triliun Untuk Perbaikan Jalan

Kisah Pilu CPMI Ilegal Bakal Terus Berulang, Mereka Butuh Pekerjaan

Bos Buzzer Tersangka Baru Perintangan Penanganan Tiga Kasus Besar