EmitenNews.com - Bank Tabungan Negara (BBTN) menjadi bank penyalur Kredit Program Perumahan (KPP) terbesar nasional. Itu seiring lonjakan permintaan sektor perumahan. Dalam tempo satu bulan lebih sejak 24 Oktober 2025 KPP diluncurkan, per 30 November 2025, BTN menyalurkan kredit KPP Rp1,3 triliun kepada debitur seluruh Indonesia.

Secara nasional, data Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) menunjukkan, sembilan bank penyalur KPP membukukan total penyaluran Rp2,09 triliun hingga akhir November 2025. Itu terdiri dari kredit sisi supply (pasokan) Rp1,94 triliun, dan sisi demand (permintaan) Rp149,69 miliar. Nah, dari capaian itu, BTN menguasai lebih dari 61 persen penyaluran nasiona.

Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu mengatakan, sukses BTN menyalurkan kredit KPP dengan nilai fantastis secara nasional ditopang kebutuhan untuk pembiayaan meningkat dari para pelaku usaha sektor properti sekaligus pengalaman BTN panjang dalam mengembangkan ekosistem perumahan selama 75 tahun, dan bermitra dengan lebih dari 7.000 developer.

“BTN selama ini dikenal sebagai pemain utama untuk pembiayaan kepemilikan rumah melalui program pemerintah, sehingga menjadi rujukan bagi masyarakat terutama pengusaha sektor perumahan ketika mereka butuh dukungan pembiayaan. Kredit Program Perumahan menjadi solusi menarik bagi pelaku usaha sektor perumahan termasuk untuk skala UMKM, dan BTN memiliki expertise bidang ini,” ujar Nixon dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Kamis, 4 Desember 2025.

Nixon mengatakan, para pelaku usaha perumahan terutama developer menunjukkan minat tinggi terhadap kredit KPP sisi supply. Data Kementerian PKP menunjukkan, dari total penyaluran KPP sebesar Rp2,09 triliun secara nasional hingga akhir November 2025, sebanyak Rp1,44 triliun disalurkan untuk para pengembang perumahan di sisi supply, tertinggi di antara sektor-sektor lainnya.

“Ini juga sesuai dengan pengamatan kami bahwa para debitur BTN yang wiraswasta seperti developer dan kontraktor membutuhkan skema kredit menarik untuk memperluas proyek mereka, atau misalnya pengusaha bahan bangunan menambah kapasitas stok mereka. Dengan potensi tinggi tersebut, kami yakin KPP akan menjadi mesin baru bagi BTN ke depan,” ujarnya.

BTN juga telah melakukan sosialisasi KPP beberapa daerah, dan melihat minat tinggi karena kebutuhan terhadap perumahan meningkat sejalan perekonomian lokal juga bertumbuh berbagai daerah tersebut. Sebagai contoh, wilayah Jawa-Bali-Nusa Tenggara, dan Sumatera masih menjadi kontributor terbesar untuk kredit KPP BTN sisi supply, dengan jumlah debitur masing-masing mencapai lebih dari 100.

“Sejumlah daerah seperti pulau Jawa dan Sumatera masih sangat potensial untuk penyaluran KPP karena ekonominya terus bertumbuh. Dengan adanya aktivitas ekonomi, semakin banyak keluarga baru yang membutuhkan rumah, sehingga para developer dan kontraktor membutuhkan pendanaan untuk mengembangkan proyek mereka. BTN membantu para pelaku usaha ini agar mereka dapat membangun hunian yang layak dan memenuhi kebutuhan tersebut,” urai Nixon.

Nixon mengakui, KPP akan menjadi salah satu andalan BTN pada 2026 karena pemerintah telah mengalokasikan Rp130 triliun untuk program ini. Selain itu, makin banyak nasabah wirausaha BTN menunjukkan ketertarikan terhadap KPP. Untuk itu, kata Nixon, BTN juga mendorong nasabah wirausaha sebelumnya telah memiliki KPR Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) untuk mengajukan top up kredit guna mendukung usaha dengan fasilitas KPP.

“Kami berharap para nasabah wiraswasta yang sebelumnya merupakan debitur KPR FLPP dapat mengajukan top up dengan fasilitas KPP. Jika mereka ada kebutuhan renovasi atau menambah kamar untuk rumah sekaligus tempat usaha mereka, kami akan bantu mekanisme top up-nya,” ungkapnya.

Pemerintah sebelumnya meluncurkan Kredit Program Perumahan pada 21 Oktober 2025, dengan dasar hukum Peraturan Menteri Koordinasi Perekonomian (Permenko) No. 13 Tahun 2025 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Program Perumahan, dan Peraturan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Nomor 13 Tahun 2025 tentang Kriteria Penerima dan Ekosistem Kredit Program Perumahan.

Sebagai gambaran, kredit KPP sisi supply ditujukan untuk pelaku usaha perumahan seperti developer, kontraktor, dan pedagang bahan bangunan yang butuh pembiayaan modal kerja atau investasi pembangunan rumah. Sementara itu, KPP sisi demand ditujukan untuk UMKM individu atau badan usaha yang butuh kredit untuk membeli, membangun, atau merenovasi rumah guna mendukung kegiatan usahanya.

Pemerintah mematok plafon KPP sisi supply di atas Rp500 juta hingga Rp5 miliar per debitur, dan dapat ditingkatkan plafonnya hingga Rp20 miliar. Suku bunga sisi supply ditawarkan ke masyarakat dengan rate 5,99 persen, dengan tenor hingga 4 tahun untuk kredit modal kerja, dan hingga 5 tahun untuk kredit investasi, dapat diperpanjang hingga 7 tahun.

Sedangkan KPP sisi demand memiliki plafon maksimal Rp500 juta, sesuai segmen dan tujuan peruntukkannya yaitu UMKM yang butuh pembiayaan untuk membeli, membangun, atau merenovasi tempat tinggal yang seringkali menjadi tempat usaha. Bunga untuk kredit KPP sisi demand ditetapkan 6 persen efektif per tahun, dan tetap (fixed) selama 5 tahun, dengan tenor tersedia hingga 20 tahun.

“Adanya subsidi bunga dari pemerintah dan level bunga yang lebih rendah dari rata-rata bunga kredit konstruksi menjadikan kredit program perumahan ini sangat menarik di mata pelaku usaha,” ujar Nixon. (*)