EmitenNews.com - Lonjakan harga minyak dunia ke USD100 per barel untuk pertama kalinya sejak 2014 menjadi pukulan ganda bagi perekonomian global karena semakin memperlemah prospek pertumbuhan dan mendorong inflasi melesat. Lompatan harga minyak itu terjadi usai Rusia memutuskan untuk menyerang Ukraina.

 

Mengutip The Business Times, Jumat, 25 Februari 2022, itu kombinasi yang mengkhawatirkan bagi Federal Reserve AS dan sesama bank sentral di dunia. Apalagi mereka terus berusaha menahan tekanan harga yang kian menguat dalam beberapa dekade terakhir tanpa menggagalkan pemulihan akibat pandemi covid-19.

 

Kontrak berjangka di London melonjak sebanyak 3,3 persen karena eskalasi dramatis Rusia dari krisis Ukraina memicu kekhawatiran gangguan pada ekspor energi penting di kawasan itu. Hal tersebut terjadi setelah Presiden Rusia Vladimir Putin mengizinkan adanya operasi militer di Ukraina.

 

Dalam analisis pemenang dan pecundang dari lonjakan minyak, Bloomberg Economics memperkirakan, Arab Saudi dapat mengharapkan rejeki nomplok. Sedangkan eksportir minyak yang lebih kecil seperti Uni Emirat Arab juga bisa ddapat keuntungan. Pecundang terbesar akan menjadi importir energi seperti Korea, India, dan Jepang.

 

"Kenaikan harga minyak akan mengintensifkan tekanan pada bank sentral di seluruh dunia untuk memajukan siklus pengetatan dan menaikkan suku bunga lebih agresif guna menahan risiko inflasi," kata Ekonom Senior Maybank Chua Hak Bin, di Singapura.

 

Secara lebih luas, JPMorgan Chase & Co memperingatkan kenaikan minyak hingga USD150 per barel hampir akan menghentikan ekspansi global dan membuat inflasi melonjak sampai lebih dari tujuh persen, lebih dari tiga kali tingkat yang ditargetkan oleh sebagian besar pembuat kebijakan moneter.

 

Minyak telah melonjak seiring dengan reli yang lebih luas dalam harga komoditas yang juga menyapu gas alam. Di antara pendorongnya yakni kebangkitan permintaan di seluruh dunia usai penguncian ditambah dengan ketegangan geopolitik, dan rantai pasokan yang tegang. Prospek untuk kesepakatan nuklir Iran yang diperbarui terkadang mendinginkan pasar.