EmitenNews.com - Maraknya praktik penangkapan ikan ilegal menjadi salah satu faktor yang menyebabkan minimnya kontribusi sektor kelautan dan perikanan terhadap pembangunan nasional. Akibat praktik illegal fishing ditaksir kerugian negara kurang lebih Rp13 triliun dalam kurun waktu 2020-2025. Juga terdapat pula penyelundupan hasil laut atau ekspor ilegal, sehingga berdampaksistematik terhadap kontribusi sektor kelautan dan perikanan.

“Maraknya praktik illegal fishing dan penyelundupan hasil laut yang selalu terjadi berdampak terhadap minimnya kontribusi sektor kelautan dan perikanan terhadap pertumbuhan PDB nasional dan PNBP," kata Wakil Ketua Komisi IV DPR Panggah Susanto dalam keterangannya kepada wartawan, di Jakarta, Rabu (9/7/2025).

Karena itu, Panggah Susanto meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) fokus dan merumuskan berbagai langkah strategis melalui program kebijakan yang meminimalisir praktik penangkapan ikan ilegal, yang tidak dilaporkan dan tidak diatur (Illegal Unreported and Unregulated Fishing/IUUF). Kejahatan tersebut tidak boleh terulang, dan harus diberantas.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, kontribusi sektor perikanan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 2,29 persen pada triwulan I-2025. Terjadi penurunan dari kontribusi sebesar 2,33 persen pada triwulan I-2024.

Hal tersebut juga terlihat pada pertumbuhan sektor perikanan yang hanya sebesar 2,25 persen pada triwulan pertama tahun ini, menurun dibandingkan pertumbuhan 3,49 persen pada triwulan pertama tahun lalu.

Volume ekspor perikanan tercatat hanya 0,43 juta ton pada triwulan I-2025, sedangkan nilai realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) KKP periode Juni 2025 hanya mencapai sebesar Rp975,74 miliar

Kontribusi sektor KKP terhadap pembangunan nasional masih minim dibandingkan dengan potensi yang dimiliki, yakni sumber daya alam (SDA) kelautan dan perikanan yang melimpah, baik tangkap maupun budidaya.

“Kita memiliki sumber daya kelautan dan perikanan yang melimpah, tetapi kontribusi sektor ini sangat minim pada triwulan I tahun 2025. Ini ada yang salah dan perlu ditata kembali untuk mendorong peningkatan kontribusi sektor KKP secara maksimal," ujar Panggah Susanto.

Wapres Gibran dorong percepatan hilirisasi sektor kelautan 

Sementara itu, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka mendorong percepatan hilirisasi sektor kelautan dan perikanan nasional. Putra sulung Presiden ke-7 RIJoko Widodo itu melihat, ada sejumlah komoditas unggulan Indonesia yakni rumput laut, ikan tuna, cakalang, tongkol, udang, rajungan, tilapia, dan garam.

"Indonesia adalah produsen tuna, cakalang, dan tongkol terbesar di dunia, dengan produksi mencapai 1,5 juta ton per tahun. Ini potensi besar yang harus kita olah," kata Gibran Rakabuming Raka melalui channel youtube pribadinya, seperti dikutip Antara, Jumat (2/5/2025).

Demi merealisasikan hilirisasi, Gibran menyoroti sejumlah tantangan seperti kebutuhan kawasan industri yang lengkap dengan cold storage. Lalu, akses permodalan bagi nelayan dan UMKM, penggunaan teknologi efisien dan ramah lingkungan, serta pemberantasan illegal fishing.

Kekayaan laut Indonesia sangat melimpah namun belum dimaksimalkan karena sebagian besar masih dijual dalam bentuk mentah. Salah satunya rumput laut yang memiliki potensi produksi mencapai 9,7 juta ton.

"Bayangkan jika ribuan ton rumput laut yang selama ini kita jual mentah ke luar negeri bisa diolah dulu menjadi kosmetik. Nilai tambahnya bisa 15 sampai 30 kali lipat," ujar putra sulung Jokowi ini.

Potensi pengolahan rumput laut juga bisa menjadi berbagai produk turunan seperti bioplastik, bioavtur, pupuk, hingga bahan farmasi.

Selain rumput laut, terdapat 7,4 juta ton hasil perikanan tangkap dan 5,6 juta ton ikan budidaya per tahunnya yang belum sepenuhnya memberikan dampak kesejahteraan karena pengolahan di dalam negeri masih minim.

Jika potensi tersebut dimaksimalkan maka hilirisasi membuka lapangan kerja di berbagai bidang seperti industri, kimia, desain kemasan, pemasaran, hingga jasa logistik dan perdagangan.