EmitenNews.com -Istilah pelabelan barang basah dan kering sering kali diungkapkan ketika suatu emiten sedang melakukan kegiatan IPO saham di pasar primer. Istilah ini semakin populer ketika sistem e-IPO mulai diperkenalkan dan ditambah dengan pertumbuhan investor yang semakin peningkatan. Sebelum ada sistem e-IPO, kegiatan IPO saham dilakukan secara manual yang mana pemesanan saham yang dilakukan investor kepada underwriter atau penjamin pelaksana emisi efek secara tertulis di atas meterai. Dahulu Saya juga melakukannya sebelum ada sistem e-IPO. Ketika SMA, Saya mampir ke kantor sekuritas yang ada di Kota Surakarta untuk mengumpulkan surat pemesanan saham e-IPO. Informasi prospektus saat itu, hanya di informasinya oleh underwriter sekuritas saja kepada nasabahnya. Tentu hanya nasabah sekuritas yang menjadi underwriter saja yang mendapatkan ngala berkah IPO. Sekarang enak, karena tidak perlu menjadi nasabah pada perusahaan sekuritas yang menjadi underwriter. Cukup satu rekening pada sekuritas yang terdaftar pada sistem e-IPO. Hanya satu klik pesan dan tidak perlu repot-repot mencetak surat pesanan saham IPO dan menempelkan materai.

Para pembaca sekalian, sebelumnya Kita bersama telah melalui peristiwa e-IPO yang paling spektakuler di awal bulan Juli. Seperti saham PSAT, COIN, CDIA, MERI, BLOG, PMUI, dan ASPR yang dilakukan secara berjamaah dan bertahan. Dari beberapa yang  disebut terdapat saham yang masuk dalam barang basah dan kering. Contohnya PSAT digolongkan sebagai saham barang kering karena penjatahan yang rata-rata cuma 1 lot per investor di sistem e-IPO. Contoh lainnya saham CDIA dan COIN yang mengalami oversubscribe hingga ratusan kali sehingga terjadi penyesuaian penjatahan. Sementara itu, saham barang basah di sematkan pada saham PMUI karena tidak mengalami oversubscribe.

Penggolongan barang basah pada suatu saham IPO didasarkan pada tidak adanya tanda-tanda oversubscribed pada pemesanan dan penjatahan pada sistem e-IPO distribusi sesuai dengan pesanan yang diajukan. Sementara itu saham yang termasuk golongan barang kering adalah saham yang mengalami oversubscribed dan penjatahan pesanan yang disesuaikan pada sistem e-IPO. Maksud penjatahan yang disesuaikan yaitu investor tetap mendapatkan saham yang dipesan tapi tidak sesuai dengan pesanan awalnya. Pelabelan ini, hanya bisa disematkan pada kegiatan IPO yang dilakukan melalui sistem penjatahan terpusat seperti sistem e-IPO dan tidak bisa dilakukan pada sistem penjatahan tetap.

Terdapat banyak influencer yang mengatakan bahwa barang kering pasti akan mendapatkan cuan ke ARA (Auto Reject Atas) sedangkan barang basah amblas ARB (Auto Reject Bawah). Lantas apakah itu benar atau memang pasti mendapatkan cuan. Jawabannya belum tentu dan tidak semudah itu. Contohnya saja saham MTEL yang IPO di harga Rp 800 perlembar saham, ketika resmi diperdagangkan pertama turun ke 770. Padahal saham MTEL mengalami oversubscribe hingga 6 kali dan bahkan terdapat penambahan jumlah penjatahan pusat sebanyak 5% pada tahun 2021. IPO saham MTEL bisa dikatakan sebagai saham barang kering karena terjadi oversubscribed akan tetapi nasipnya tidak  semulus seperti CDIA dan COIN. Berdasarkan analisis teknikal saham MTEL berada di tren bearish atau menurun. Sementara itu nasip yang agak berbeda pada saham PGEO yang mematok harga IPO di Rp 875 perlembar saham. Saat pencatatan, pergerakan harga saham PGEO stagnan di Rp 875 dan turun ke Rp 650 di tanggal 6 April 2023 yang selanjutnya mengalami penguatan bertahan hingga saat ini. Ketika IPO saham PGEO mengalami oversubscribed sebanyak 3,81 kali. Maka dapat disimpulkan bahwa kategori barang basah dan kering untuk menentukan cuan secara pasti belum hanya berlaku secara relatif dan belum pasti.

Secara sederhana barang basah dan barang kering pada saham IPO bisa disamakan sebagai jumlah stok barang. Semakin banyak barangnya dan permintaannya lebih sedikit dari stok bisa disebut sebagai barang basah atau terjadi over penawaran. Sementara itu barang kering terjadi apabila stok barang sedikit dan jumlah permintaan lebih banyak daripada stok yang ada. Di antara banyak dan sedikitnya stok barang tersebut tentu ada barang yang bagus dan yang jelek. Bila di saham ada yang blue chip dan gorengan. Bagaimana mendeteksinya, berikut beberapa indikator yang dapat digunakan sebagai dasar untuk menakar barang basah dan kering saham IPO agar cuan:

  1. Pemilik bisnis, yaitu seseorang atau korporasi induk yang menjadi pengendali atau pemilik manfaat akhir dari suatu perusahaan. Rekap jenjang pemilik menjadi pertimbangan investor dalam menentukan keputusan penyertaan modal dari membeli saham. Jika rekap jejak pemilik bisnis yang baik dalam mengelola suatu perusahaan beserta anak dan cucu perusahaan. Maka tentunya akan semakin menarik minat investor untuk menanamkan modalnya di saham. Sebaliknya jika pemilik bisnis mempunyai rekap jejak yang buruk akan berdampak pada tidak menariknya investasi IPO oleh investor pada suatu perusahaan.
  2. Tujuan penggunaan dana IPO yaitu tujuan IPO yang dilakukan perusahaan untuk suatu keperluan tertentu yang disajikan dalam prospektus IPO. Biasanya perusahaan yang bagus dalam penggunaan dapat IPO ditujukan untuk melakukan ekspansi dan modal kerja perusahaan. Sementara untuk pelunasan hutang perusahaan dinilai kurang penarik karena risiko hutang perusahaan.
  3. Kondisi fundamental bisnis, yaitu melihat dan memahami melalui analisis fundamental yang dilakukan dengan membaca rasio dan laporan keuangan yang tersaji pada prospektus saham. Contohnya Rasio DER untuk yang sedikit dapat dikatakan sebagai saham yang mempunyai risiko hutang yang kecil kecuali emiten yang berada di perbankan. Misalnya rasio lain seperti PER yang semakin kecil maka saham terbiasa dikatakan murah dan ada indikator lainnya.
  4. Bidang usaha yaitu fokus bisnis yang dilakukan oleh perusahaan. Terdapat banyak ragam bisnis yang ada di Indonesia. Seperti perbankan, asuransi, konsumen, otomotif dan lain sebagainya. Dari berbagai bidang bisnis yang ada terdapat risiko dan peluang. Risiko dan peluang bidang bisnis yang dijalankan oleh perusahaan juga telah disajikan dalam prospektus IPO.
  5. Kebijakan dividen, yaitu kebijakan yang ditetapkan oleh emiten untuk melakukan pembagian dividen untuk pemegang saham. Semakin besar bagian dividen, maka saham tersebut bisa dinilai semakin baik. Kemampuan perusahaan dalam pembagian dividen menandakan perusahaan tersebut mempunyai fundamental yang baik. Begitu pula sebaliknya dan kecuali pembagian dividennya berasal dari hutang.
  6. Jumlah stok saham yang ditawarkan ketika IPO yaitu saham yang akan beredar di Bursa Efek kepada investor di pasar primer ketika IPO dilaksanakan. Semakin sedikit jumlah saham IPO yang ditawarkan sedangkan minat investor sangat tinggi tentunya akan mengangkat harga saham IPO ketika melakukan pencatatan. Sebaliknya jika saham yang ditawarkan banyak, sementara itu hanya sedikit minat investor terhadap saham maka akan terjadi penurunan harga saham ketika terjadi pencatatan saham di pasar sekunder. Sederhananya kita harus memahami hukum permintaan dan penawaran untuk mengetahui peramalan penggerak harga atau teknikal.

Demikian, Saya sampaikan. Artikel ini tidak bermaksud untuk mengajak untuk membeli suatu instrumen investasi tertentu, keputusan investasi menjadi tanggung jawab investor atau pembaca. Terima Kasih.