EmitenNews.com -Tahun 2024 masih menjadi tahun penuh tantangan, sentiment potensi geopolitik yang makin meningkat, era suku bunga tinggi dan penyesuaian di bank sentral masing-masing negara di dunia sehingga menimbulkan turbulensi di negara maju maupun negara berkembang, termasuk Indonesia masih menyelimuti sentiment industri pasar modal.

Namun menurut Kepala Divisi Riset PT Bursa Efek Indonesia (BEI), Verdi Ikhwan, sektor keuangan atau finance dan sektor properti berpotensi memberikan keuntungan (cuan) pada tahun 2024 di tengah tren penurunan suku bunga acuan. “Kalau terjadi penurunan suku bunga, sektor yang menguntungkan kemungkinan sektor- sektor terkait perbankan, penyaluran kredit bisa jadi meningkat, sektor di properti,” ujarnya di Jakarta, kemarin.

Disampaikannya, apabila suku bunga acuan mengalami tren penurunan pada tahun depan akan berdampak positif utamanya terhadap sektor keuangan dan sektor properti, sehingga dapat juga menopang pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG). Dirinya juga mengaku optimistis IHSG dapat mencetak rekor tertinggi sepanjang masa pada tahun depan, seiring potensi tren penurunan suku bunga acuan di tingkat global, meskipun di dalam negeri sedang terselenggara Pemilihan Umum (Pemilu).

Tercatat, IHSG menembus lagi rekor tertinggi sepanjang masa pada Selasa, 12 September 2022 di level 7.300,41, “Kalau kita melihat dari kondisi yang ada, rekor yang pernah kita capai di level 7.300-an pada tahun 2022 itu di tahun 2024 optimis bisa dilalui,”kata Verdi.

Selain itu, pihaknya optimistis target pelaksanaan penawaran umum perdana alias Initial Public Offering (IPO) sebanyak 62 perusahaan dapat tercapai pada 2024 mendatang. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan penghimpunan dana di pasar modal Indonesia masih tinggi senilai Rp230,59 triliun per 30 November 2023 atau telah memenuhi capaian target 2023, dengan emiten baru tercatat sebanyak 74 emiten.

Dari sisi likuiditas transaksi, OJK mencatat rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) pasar saham per November 2023 meningkat menjadi senilai Rp10,54 triliun, dari Oktober 2023 yang senilai Rp10,48 triliun. Sementara itu, analis BEI, Anita Kesia Zonebia menambahkan, tren penerbitan surat utang atau obligasi korporasi diprediksi masih akan ramai pada 2024 mendatang, meski di tengah kondisi suku bunga acuan tinggi. 

Sebagaimana diketahui, Bank Indonesia (BI) menahan suku bunga acuan atau BI7DRR di level tinggi yakni 6%. Di lain sisi, Bank Sentral AS Federal Reserve atau The Fed juga diperkirakan masih akan menahan suku bunga acuannya di kisaran 5,25%-5,5% pada FOMC Desember 2023. 

Kata Anita, penerbitan obligasi korporasi di tengah kenaikan suku bunga cukup marak, seiring dengan pertumbuhan investor yang meningkat. "Secara persentase dan secara angkanya juga meningkatnya cukup signifikan, jadi memang dengan kenaikan suku bunga ini memang terjadi preferensi atau arus modal ke obligasi juga cukup ramai,"ujarnya. 

Menurut Anita, hal itu tidak hanya terjadi di Indonesia tapi juga di bursa negara-negara lain atau di pasar obligasi global. BEI mencatat, per Oktober 2023 komposisi kepemilikan investor di obligasi korporasi yang paling banyak yaitu investor institusi domestik sebesar 90,37%. Sementara itu, jumlah investor ritel tercatat 7,03% dan investor asing sebesar 2,60%.