Menakar Rencana Penghapusan Kelompok Bank Modal Inti (KBMI) 1
Potret Gedung Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Alhasil, ketika KBMI 1 naik kelas menjadi KBMI 2 akan semakin mampu melakukan penetrasi pasar yang lebih dalam lagi. Jangan sampai meremehkan UMKM mengingat UMKM ternyata sanggup menyerap lebih dari 100 juta (97%) tenaga kerja. Selain itu, UMKM menjadi pendorong pemerataan dan pertumbuhan ekonomi rakyat. Bukan main!
Keempat, ingat bahwa ada beberapa bank papan bawah namun sudah berani masuk bursa. Paling tidak terdapat delapan bank digital: PT Bank Neo Commerce, Tbk (BBYB), PT Bank Jago, Tbk (ARTO), PT Bank Raya Indonesia, Tbk (AGRO) dan PT Allo Bank Indonesia, Tbk (BBHI).
Kemudian menyusul tiga bank digital lainnya yakni, PT Krom Bank Indonesia,Tbk (BBSI), PT Bank Aladin Syariah (BANK) dan PT Bank Amar Indonesia, Tbk (AMAR) serta PT Superbank, Tbk (SUPA) yang baru saja IPO pada 17 Desember 2025 yang lalu.
Perlu ditegaskan bahwa dengan IPO di pasar modal, KBMI 1 akan mampu meraup dana lebih tinggi untuk menambah modal (inti). Nah, ketika emiten bank digital sanggup menunjukkan bahwa hasil IPO dimanfaatkan untuk menambah modal, memperluas usaha dan mengembangkan teknologi informasi, maka harga saham mereka bakal lebih dilirik dan dipeluk erat oleh investor.
Kelima, apakah ada potensi risikonya bagi KBMI 1 yang akhirnya tidak mampu memenuhi modal inti di atas Rp 6 triliun? Minimal terdapat 2 potensi risiko.
Inilah potensi risiko pertama. Beberapa waktu lalu, pernah terdengar kabar bahwa BUKU 1 yang tidak mampu naik kelas ke BUKU 2 ada kemungkinan akan turun kelas menjadi Bank Perekonomian Rakyat (BPR). Apakah hal itu juga akan diberlakukan demikian? Belum ada jawaban.
Hal yang terang benderang adalah BPR berbeda dari bank umum. Menurut Peraturan OJK Nomor 20/POJK.03/2014 tentang BPR pasal 5, minimal modal mulai dari Rp4 miliar (zona 4) hingga Rp14 miliar (zona 1). Lebih dari itu, BPR memiliki wilayah kegiatan usaha yang terbatas dalam satu propinsi dengan layanan perbankan terbatas pula seperti simpanan (tabungan dan deposito) dan kredit.
Potensi risiko kedua adalah KBMI 1 diminta untuk melakukan konsolidasi melalui merger dan akuisisi. Selama ini, OJK kurang berani memerintahkan bank kecil untuk melakukan merger dengan bank yang setara atau diakuisisi oleh bank yang lebih tinggi kelasnya.
Sudah barang tentu, OJK harus berani untuk memerintahkan KBMI 1 untuk melakukan konsolidasi dengan sifat memaksa. Jika tidak demikian, aksi konsolidasi kemungkinan besar akan berjalan di tempat seperti selama ini. ***
Related News
Non-Cancellation Period Meningkatkan Kepercayaan Investor dan Trader
Pembelajaran Penting dari Kasus Hilangnya Dana Investor Saham
Antrean IPO Makin Panjang, Awas Jebakan Batman Mengintai
Bye Supercycle: Strategi Bertahan di Saham Batu Bara Saat Harga Normal
COP30, Greenwashing dan Tragedi Sumatera Sebuah Ilusi Janji Hijau
Business Judgement Rule Jadi Tameng: Benarkah Direksi BUMN Aman?





