EmitenNews.com - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebut meningkatnya permintaan barang dan pemulihan ekonomi menyebabkan banyak harga komoditas melonjak tinggi. Kondisi ini diperburuk dengan adanya hambatan rantai pasok bahan pangan dan bahan energi disebabkan kondisi geopolitik dampak perang Rusia-Ukraina.


“Kenaikan komoditas ini mendorong inflasi tinggi di berbagai negara. Kenaikan ini adalah yang terburuk dalam 40 tahun terakhir," ungkap Menkeu saat menjadi narasumber Program Pelatihan Kepemimpinan IA ITB di Jakarta, Selasa (25/10).


Menurut Menkeu, inflasi yang saat ini terjadi merupakan inflasi terburuk yang dialami sejumlah negara. Kondisi ini terjadi di Amerika, Eropa, dan Jepang yang selama berdekade-dekade berjuang dengan deflasi.


“Tiba-tiba sekarang mereka mengalami inflasi. Di satu sisi tadinya para pembuat kebijakan di negara-negara maju berfikir inflasi ini bersifat sementara, karena tadi demandnya lari duluan (sementara) supplynya telat di belakang,” jelasnya.


Namun nyatanya, inflasi terus menerus naik. Hal ini menyebabkan negara-negara maju tersebut menaikkan suku bunga dengan tajam.


Menkeu mengatakan, biasanya bank sentral menaikkan suku bunga 25 basis poin atau 0,25%. Sekarang menjadi sudah biasa melihat bank sentral menaikkan 50 basis sampai 75 basis sekali naik.


“Kenaikan sebuah suku bunga policy seperti ini bukanlah sesuatu yang sepele. Di seluruh dunia, di negara maju ini akan menimbulkan dampak dan memang itu yang diinginkan, yaitu dampak untuk melemahkan demand supaya supply-nya bisa kerja dulu. Ini supaya inflasinya turun,” tandas Menkeu.


Meski demikian, kenaikan suku bunga yang menyebabkan dan menciptakan potensi terjadinya pelemahan demand perlu dicermati. Menkeu menyatakan, kondisi ini dapat menyebabkan resesi.


“Kalau resesinya datang lebih dulu tapi inflasinya belum turun, maka yang terjadi ekonominya adalah resesi tambah inflasi. Namanya stagflasi. Itu yang tidak diinginkan,” pungkas Menkeu.(fj)