EmitenNews.com - Nelangsa betul nasib 230 kepala keluarga (KK) transmigran di Satuan Pemukiman (SP) 5 Sebakis, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. Sudah 12 tahun, mereka mengikuti program transmigrasi dari Jawa Tengah ke Nunukan, namun janji lahan garapan tak kunjung ditepati. Mereka menuntut keadilan dari pemerintah. Kamis (10/7/2025), mereka mendatangi DPRD Nunukan, menuntut hak atas tanah yang dijanjikan pada 2013.

Bayangkan saja susahnya mereka. Sejak ditempatkan pada tahun 2013, para transmigran itu, belum menerima hak mereka. Berupa lahan pekarangan, lahan usaha I (LU I), maupun lahan usaha II (LU II), yang seharusnya diberikan maksimal dua tahun setelah penempatan. 

Mereka kembali mendatangi DPRD Nunukan pada Kamis, meminta wakil rakyat bersikap tegas dan segera memberikan kepastian soal penyerahan lahan untuk 230 KK transmigran. 

"Bertahun-tahun kami memperjuangkan hak kami. Terlalu banyak janji yang kami terima, tapi hampir 13 tahun tinggal di Nunukan, kami belum mendapat lahan garapan," ujar Sugeng, perwakilan warga transmigran SP 5 Sebakis, dalam rapat dengar pendapat di Gedung DPRD Nunukan, seperti ditulis Kompas.

Warga mengaku muak dengan janji manis yang tidak pernah ditepati, baik oleh pihak perusahaan maupun Pemerintah Kabupaten Nunukan. Mereka juga pernah dijanjikan koperasi. Data para transmigran sudah diserahkan dengan janji akan menggarap calon plasma calon lahan (CPCL). Namun hingga kini tidak ada realisasi. 

"Bahkan untuk datang ke DPRD ini kami patungan. Kami tidak punya uang. Sejak transmigrasi tahun 2013, nasib kami masih tidak jelas. Lahan garapan tidak ada. Kami hanya ingin diperlakukan sebagai manusia," kata Sugeng. 

Solusi awal yang dijanjikan Pemda Nunukan, pemerintah mengupayakan pelepasan lahan seluas 52,19 hektare yang saat ini digarap oleh PT Sawit Inti Plantation (SIP). Namun dalam rapat dengar pendapat sebelumnya, perusahaan berdalih perlu pengukuran ulang karena ada perbedaan hasil pengukuran lahan antara versi mereka dan pemerintah. 

Karena itu, PT SIP menolak melepaskan lahan tersebut dan meminta Pemerintah melakukan pengukuran dan pemetaan ulang. 

Lahan 52,19 hektare berada di luar HGU PT Sawit Inti Plantation

Anggota DPRD Nunukan, Ramsah menyebutkan, kini pemerintah daerah menegaskan bahwa lahan 52,19 hektare tersebut berada di luar Hak Guna Usaha (HGU) milik PT SIP. Pemerintah Kabupaten Nunukan melalui Dinas Pertanian, Dinas Transmigrasi, dan bahkan hasil kunjungan dari kementerian menyatakan bahwa lahan yang digarap PT SIP berada di luar HGU.

Dengan temuan tersebut, Ramsah menilai tidak ada lagi alasan bagi PT SIP untuk mempertahankan penguasaan lahan itu. Bahkan, ia menuding perusahaan telah merugikan masyarakat selama bertahun-tahun karena menggarap lahan tersebut.

"PT SIP sudah melanggar aturan. Mereka garap lahan di luar HGU yang per tahun nilainya bisa mencapai Rp4,6 miliar. Kita pertanyakan, apa kontribusi mereka untuk warga transmigran?" tegas Ramsah. 

Anggota DPRD lainnya, Donal, mempertanyakan kinerja Pemkab Nunukan. Ia menduga ada pembiaran, bahkan kongkalikong, yang menyebabkan 230 KK transmigran SP 5 Sebakis menjadi korban selama hampir 13 tahun. Kalau lahan 52 hektare itu digarap tanpa dasar kepemilikan yang sah, ke mana pemerintah selama ini?.

“Apa ada deal-dealan, lalu uang mengalir lewat jalur tikus? Ke mana keuntungan dari penggarapan lahan itu?" kritik Donal. 

Untuk kasus ini, DPRD Nunukan mencatat tiga permasalahan utama: pertama, Warga transmigran belum mendapatkan Lahan Usaha (LU) I seluas 0,75 hektare dan LU II seluas 2 hektare sejak 2013. 

Kedua, lahan yang diperuntukkan bagi LU I dan LU II diduga telah dikuasai oleh kelompok tani dan perorangan. 

Ketiga, PT SIP melakukan penanaman sawit di area Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Nomor 33 seluas 52 hektare, di luar HGU, yang diduga menyebabkan kerugian negara selama 5 tahun, sejak 2020 hingga 2025.