EmitenNews.com - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly merasa perlu memberikan penjelasan ihwal Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai pengganti NPWP. Menurut politikus PDI Perjuangan itu, dengan fungsi tambahan NIK itu, bukan berarti masyarakat usia 17 tahun ke atas, atau yang telah memiliki KTP sudah harus membayar pajak. Rapat Paripurna DPR, yang dipimpin Wakil Ketua Muhaimin Iskandar, Kamis (7/10/2021), mengesahkan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan.


"Penggunaan NIK tidak berarti semua WNI wajib membayar PPh, tapi tetap memperhatikan pemenuhan syarat subjektif dan objektif untuk membayar pajak. Yaitu apabila orang pribadi mempunyai penghasilan setahun di atas PTKP (penghasilan tidak kena pajak), atau orang pribadi pengusaha mempunyai peredaran bruto di atas Rp500 juta setahun," kata Yasonna Laoly usai pengesahan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, Kamis (7/10/2021).


Menteri Yasonna mengatakan, penambahan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) ke dalam KTP ini usulan dari DPR RI agar mempermudah pemantauan wajib pajak. Jadi, ada terobosan yang jadi usulan DPR, yaitu mengintegrasikan basis data kependudukan dengan sistem administrasi perpajakan, dengan menggunakan NIK sebagai NPWP wajib pajak orang pribadi.


Wakil Ketua Komisi IX DPR, Dolfie OFP menambahkan, dengan terintegrasinya penggunaan NIK akan mempermudah memantau administrasi wajib pajak Indonesia, khususnya wajib pajak orang pribadi. Ia menyebutkan, kemudahan ini bisa terealisasi lantaran masyarakat yang memiliki KTP pasti akan terdaftar sebagai wajib pajak orang pribadi.


Dolfie mengatakan, regulasi ini bakal memudahkan kerja Direktorat Jenderal Pajak dalam memungut penerimaan negara. Sebab, tidak semua yang punya KTP mau mendaftarkan diri secara sukarela sebagai wajib pajak. "Program ini akan mempermudah aktivitas pendataan masyarakat sebagai wajib pajak."


Dengan disahkannya UU HPP ini, Indonesia memasuki babak baru penerapan pajak. Salah satunya menambah fungsi NIK sebagai pengganti Nomor Pokok Wajib Pajak itu. ***