EmitenNews.com - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) angkat suara. Itu menyusul satu karyawan PT Kimia Farma (KAEF) menjadi terduga teroris. Kemen BUMN memastikan karyawan itu, tidak memiliki akses penggalangan dana corporate social responsibility (CSR).


Setiap BUMN memiliki sistem verifikasi ketat. Itu penting agar dana CSR tidak melenceng apalagi digunakan untuk pembiayaan terorisme. Dana CSR digunakan sesuai target yang ditentukan perusahaan. ”Kimia Farma memastikan oknum itu tidak memiliki akses dan kewenangan untuk penggalangan dana CSR melalui dana perusahaan,” tutur Menteri BUMN Erick Thohir, Jumat (17/9).


Erick menegaskan tidak ada tempat dan ruang bagi seorang teroris di lingkungan BUMN. Ada sanksi tegas bagi pegawai yang terduga, dan terbukti sebagai teroris. ”Saya mendukung upaya hukum dan sanksi tegas bagi oknum Kementerian BUMN atau perusahaan BUMN terduga, dan terbukti terlibat gerakan radikalisme dan terorisme,” bebernya.


Setiap langkah perusahaan pelat merah bertujuan membangun Indonesia. Dengan begitu, Kementerian BUMN tidak pernah menoleransi gerakan terorisme. ”Kami perkuat posisi internal untuk pencegahan dan penanganan paham radikalisme di lingkungan BUMN,” ucapnya.


Kementerian BUMN, juga bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), dan sejumlah lembaga keagamaan dalam mencegah paham radikalisme di lingkungan BUMN. Antara lain, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. ”Ini untuk melakukan langkah-langkah menjadi nilai luhur Pancasila, pondasi negara yang kami cintai,” tegas Erick.


Sebelumnya, Direktur Umum dan Human Capital Kimia Farma Dharma Syahputra mengatakan perusahaan memecat satu karyawan berinisial S yang ditangkap Detasemen Khusus 88 (Densus 88). S diduga merupakan anggota kelompok pencari dana bagi jaringan Jamaah Islamiyah (JI).


Keputusan itu, sebagai bentuk tindakan tegas perusahaan terhadap seseorang diduga teroris. Densus 88 menangkap karyawan berinisial S itu bersama dua terduga teroris lain. So, total ada tiga orang terjaring petugas Densus 88. (*)