EmitenNews.com - Pemerintah perlu mengevaluasi strategi penanganan pandemi virus corona penyebab coronavirus disease 2019 atau Covid-19. Tingginya angka kematian dibarengi angka kesembuhan penderita yang semakin menurun dalam dua pekan terakhir, menunjukkan alarm bahaya berbunyi. Kondisi itu harus dicermati seserius mungkin, karena mengisyaratkan kemungkinan ada yang salah dalam penanganannya. Jumlah penderita kini mendekati 1,5 juta orang.

 

Dalam keterangannya kepada pers, Rabu (24/3/2021), Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan indikator ini, tanda cukup serius terkait kondisi pandemi Covid-19 di Tanah Air. Menurutnya, ini tanda yang sangat serius untuk pemerintah. Kalau ada negara yang memiliki angka kematian tinggi karena Covid-19, harus ada evaluasi strategi terkait penanganannya. Sebab berarti ada yang kebobolan atau ketelatan dalam mendeteksi dan menemukan kasus secara dini.

 

Jika angka kematian di Indonesia meningkat, berarti upaya 3T, testing, tracing, dan treatment, tidak berjalan optimal. Protokol kesehatan 5M juga tidak berjalan baik di tengah-tengah masyarakat. Gerakan 5M --Memakai masker, Mencuci tangan pakai sabun dan air mengalir, Menjaga jarak, Menjauhi kerumunan, dan Membatasi mobilisasi dan interaksi-- adalah protokol kesehatan sebagai pelengkap aksi 3M: Memakai masker, Mencuci tangan, Menjaga jarak dan menghindari kerumunan.

 

Dicky menegaskan bahwa kasus kematian itu dapat menjadi indikator negara gagal dalam menangani pandemi Covid-19. Berapapun jumlahnya, satu saja kasus kematian, kata dia, berarti ada satu kegagalan dalam penanganan Covid-19 yang abai dilakukan, atau kegagalan dalam menjalankan 3T dan 5M. 

 

Dengan fenomena seperti itu, kata Dicky, data tentang penurunan kasus Covid-19 dari pemerintah, seperti disampaikan Satgas Penanganan Covid-19, menjadi tidak valid dalam menggambarkan kondisi pandemi. Pasalnya, angka kematian cenderung stabil tinggi bahkan meningkat. "Jangankan kasus kematian meningkat, angkanya stabil tinggi saja, berarti menunjukkan, data penurunan kasus Covid-19 itu jadi sangat tidak valid. Ada kemungkinan, situasinya di lapangan lebih serius dan buruk ketimbang yang ditampilkan oleh data pemerintah."

 

Dicky Budiman menyarankan pemerintah memulai membenahi data tentang Covid-19. Perbaikan data tidak hanya terkait keabsahan jumlah, tapi juga menggali lebih dalam aspek demografi data itu. Kalau datanya bagus, mudah mendapatkan informasi detail untuk menganalisa lebih dalam tentang kasus kematian. Misalnya, kecenderungan pasien meninggal itu, apakah ada faktor komorbidnya (penyakit penyerta), tinggal di lingkungan seperti apa, meninggal di rumah sakit atau puskesmas dan lain sebagainya. “Jadi data tak hanya dari segi kuantitatifnya tapi juga perlu data kualitatif."

 

Kalau datanya mendetail, pemerintah akan semakin mudah menentukan strategi efektif dalam penanganan penyebaran virus yang dikabarkan berasal dari Wuhan, Hubei, China itu. Karena akan banyak masukan dari ilmuwan, dokter, maupun ahli epidemiologi untuk mengantisipasi penyebaran dan penambahan kasus kematian. 

 

Sebelumnya, dalam konferensi pers yang ditayangkan di YouTube Sekretariat Negara, Selasa (23/3/2021), Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, mengungkapkan, angka kematian penderita Covid-19 meningkat, sedangkan angka kesembuhan pasien, justru semakin menurun selama dua minggu terakhir. Berdasarkan data 21 Maret 2021, lima provinsi mengalami penambahan mingguan jumlah kematian tertinggi. Jawa Timur 168 kasus, Banten 54 kasus, Lampung 13 kasus, Sulawesi Tengah 9 kasus, dan Jambi meningkat 8 kasus. Data yang sama menunjukkan, angka kesembuhan mingguan pasien Covid-19 menurun 0,7 persen. 

 

Sementara itu, data Satgas Covid-19, Rabu (24/3/2021), menunjukkan jumlah kasus aktif di Indonesia mencapai 123.926 orang. Kasus aktif adalah pasien yang dinyatakan positif Covid-19 dan sedang menjalani perawatan. Angka itu didapatkan dengan mengurangi total kasus positif Covid-19 dengan angka kesembuhan dan kematian. Data yang sama menunjukkan, bertambah 5.227 kasus, penderita Covid-19 Indonesia kini mendekati 1,5 juta, tepatnya 1.476.452 orang.