EmitenNews.com -Perusahaan konstruksi milik negara (BUMN Karya) telah menjadi pemain utama dalam pembangunan infrastruktur Indonesia selama satu dekade terakhir. Hal ini berdampak pada nilai kontrak baru yang diperoleh oleh perusahaan konstruksi milik negara pada 2015-2019, dimana nilai kontrak baru secara agregat meningkat hampir tiga kali lipat menjadi sekitar Rp433 triliun pada 2018-2019 dari hanya Rp154 triliun pada 2014. 

 

“Sebagai perbandingan, panjang jalan tol yang dibangun dari tahun 2014 hingga Maret 2023 telah mencapai 1.848 km, dimana akan terdapat tambahan sekitar 572,2 km yang akan selesai dibangun pada tahun 2024. Angka tersebut 2,5x lebih panjang dari yang dibangun pada periode pemerintahan sebelumnya (1978-2014),” tulis riset Pefindo yang di kutip, Senin (10/7/2023).

 

Namun pembangunan proyek skala besar tersebut membuat utang lima perusahaan konstruksi milik negara (PT Hutama Karya (Persero) (PTHK), PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk (PTPP), PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA), PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT), dan PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI) melonjak lebih dari 14 kali lipat menjadi sekitar Rp178 triliun per 31 Desember 2022, dibandingkan akhir tahun 2014. 

 

Peran kontraktor yang tidak lagi hanya bertindak sebagai pengembang tetapi juga memiliki hak konsesi serta lebih agresif dalam mengerjakan kontrak dengan pembayaran berbasis turnkey berkontribusi pada tantangan keuangan yang saat ini sedang dihadapi dikarenakan sebagian besar kegiatan konstruksi tersebut dibiayai dengan utang. 

 

Pembangunan proyek infrastruktur membuat BUMN Karya terpapar pada risiko likuiditas akibat ketidaksesuaian arus kas karena aset penghasil pendapatan merupakan investasi jangka panjang sementara pembayaran dari proyek turnkey hanya akan diterima setelah konstruksi selesai dibandingkan dengan kewajiban pembayaran kepada vendor dan kreditur, baik bank maupun pemegang obligasi.

 

Pandemi semakin memperburuk lingkungan operasi yang sudah menantang di industri konstruksi, menyebabkan keterlambatan dan gangguan dalam jadwal proyek, dan menyebabkan pembengkakan biaya, di tengah melambatnya penerimaan pembayaran dari pemilik proyek. Selain itu, sektor konstruksi juga dihadapkan oleh berkurangnya permintaan karena tender proyek yang ditunda atau dibatalkan, serta gangguan rantai pasokan, kekurangan tenaga kerja, dan peningkatan biaya untuk tindakan keselamatan. Kombinasi dari faktor-faktor ini telah menyebabkan struktur modal beberapa BUMN Karya menjadi semakin tidak berkelanjutan dan kemampuan mereka untuk membayar bunga dan jatuh tempo jangka pendek menjadi sangat lemah.

 

Pada tahun 2021, WSKT yang merupakan salah satu pemilik konsesi jalan tol terbesar dan berperan penting dalam pembangunan jalan tol trans-Jawa telah melakukan restrukturisasi utang senilai Rp29,2 triliun dengan 21 krediturnya, yang berdampak pada pengurangan suku bunga dan perpanjangan tenor. Anak perusahaannya, PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP), yang menyediakan beton dan pracetak kepada WSKT untuk pembangunan jalan tol, juga telah berhasil menyelesaikan restrukturisasi utang usai homologasi dengan para krediturnya pada September 2022. 

 

Kurang dari dua tahun, WSKT kembali melakukan restrukturisasi, kali ini restrukturisasi tersebut juga mencakup obligasi non-penjaminan senilai Rp4,7 triliun. WSKT baru-baru ini gagal membayar kupon salah satu obligasinya yang jatuh tempo pada 6 Mei 2023, setelah pemegang obligasi tersebut menolak permintaan WSKT untuk menunda pembayaran kupon jatuh tempo. WSKT saat ini tidak dapat membayar semua kewajiban keuangannya karena dalam masa standstill hingga pertengahan Juni 2023.

 

Standstill atas pembayaran utang dan kupon pada obligasi non-penjaminan WSKT belum pernah terjadi sebelumnya dimana hal ini terjadi setelah pemerintah menyuntikkan modal senilai total Rp10,9 triliun pada tahun 2021 dan 2022 dan pemberian jaminan pada obligasi dan sukuk senilai Rp5 triliun yang diterbitkan pada tahun 2021 dan 2022, yang mengindikasikan hubungan reputasi yang erat dengan pemerintah. Menanggapi perkembangan terkini restrukturisasi utang yang melibatkan WSKT dan WIKA, dimana WIKA telah mengadakan pertemuan dengan para krediturnya untuk mengusulkan standstill, kami melihat dukungan keuangan secara langsung dari pemerintah ke sektor konstruksi menjadi lebih selektif dan terdiferensiasi di antara BUMN Karya, yang dapat mengakibatkan berkurangnya pemberian notching yang sebelumnya diterima oleh sebagian besar perusahaan. Khusus untuk PTHK, kami mempertahankan pandangan kami tentang kemungkinan kuat dukungan pemerintah ketika pemantauan pemeringkatan tahunan kami pada 10 Mei 2023, mengingat peran PTHK yang sangat penting bagi pemerintah dalam menyediakan jalan tol Trans-Sumatera yang sangat penting untuk meningkatkan konektivitas dan mempercepat pembangunan ekonomi di wilayah tersebut.