Pemerintah telah memberikan serangkaian suntikan modal kepada PTHK sebesar Rp83,7 triliun sejak 2015, termasuk Rp31,4 triliun pada 2022, pengalihan aset berupa jalan tol lingkar luar Jakarta bagian selatan dan tol Tanjung Priok, serta komitmen untuk memberikan jaminan penuh atas pinjaman yang digunakan untuk membiayai proyek jalan tol Trans-Sumatra. PTHK diperkirakan akan mendapat suntikan lagi sebesar Rp28,8 triliun pada 2023, yang akan digunakan untuk menyelesaikan pembangunan tol Trans-Sumatra tahap satu.

 

Kesulitan keuangan yang dihadapi oleh BUMN Karya juga dapat memicu penilaian ulang terhadap profil risiko bisnis dan fleksibilitas keuangan mereka. Idealnya, orderbook yang cukup besar yang diuntungkan oleh sebagian besar BUMN Karya ini diterjemahkan ke dalam pendapatan yang kuat, dengan demikian, metrik kredit yang kuat. Namun, karena sebagian besar kontrak tersebut membutuhkan modal kerja yang besar karena komitmen investasi dan arus kas yang tidak sesuai, menjadi salah satu akar penyebab kesulitan keuangan yang dialami oleh BUMN Karya. 

 

Berbeda dengan perusahaan konstruksi swasta dengan nilai orderbook yang jauh lebih kecil tetapi neraca yang lebih sehat dan profil keuangan yang lebih kuat. Selain itu, proses bidding yang agresif di masa lalu dengan pricing yang kompetitif untuk memenangkan kontrak besar di antara BUMN Karya juga membebani profitabilitas secara negatif, sehingga memengaruhi kemampuan mereka untuk mengeksekusi orderbook secara efektif. Cakupan arus kas dan likuiditas yang semakin ketat karena tekanan neraca, bersama dengan kasus korupsi dan tata kelola, juga dapat mengurangi kepercayaan kreditur dan investor di tengah tahun politik dan oleh karena itu meningkatkan risiko pembiayaan kembali karena akses pendanaan yang melemah.