EmitenNews.com - Pemerintah bekerja keras menyelesaikan revisi Undang-undang Cipta Kerja, setelah keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi. MK memutuskan UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat selama tidak dilakukan perbaikan dalam jangka waktu dua tahun setelah putusan dibacakan. Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyatakan, pemerintah menargetkan revisi UU Cipta Kerja selesai awal tahun depan, 2022.


"Mungkin awal tahun depan bisa kami kebut untuk diselesaikan," ujar Bahlil Lahadalia dalam konferensi pers secara virtual, Rabu (1/12/2021).


Menteri Bahlil Lahadalia mengungkapkan, pemerintah menjunjung tinggi putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan aturan itu inkonstitusional. Mantan Ketua Umum Hipmi itu mengatakan, putusan MK menyoroti masalah hulu atau aspek formil dalam pembuatan UU Cipta Kerja, sehingga pemerintah dapat mempercepat revisi demi menjaga kepastian hukum bagi investasi.


Dengan begitu, Menurut Bahlil Lahadalia, MK tidak membatalkan satu pun pasal atau peraturan turunan dari UU Cipta Kerja. Karena itu, kata dia, tidak ada kendala berarti bagi jalannya investasi.


Itu berarti, sistem online single submission (OSS), insentif fiskal, dan berbagai ketentuan dalam UU itu tetap berjalan. Menteri Bahlil menyatakan, kementerian investasi terbuka untuk berdialog dan menerima pertanyaan terkait investasi dalam konteks UU Cipta Kerja.


Pelaku usaha juga banyak yang sudah menjalin komunikasi dengan Kementerian Investasi pasca putusan MK terbit. Bahlil memastikan, putusan MK tidak akan mempengaruhi kinerja investasi pada tahun ini. Ia yakin, target investasi tahun depan sebanyak Rp1.200 triliun tetap mampu dicapai, walau ada rencana percepatan revisi UU Cipta Kerja.


Bahlil menuturkan, pihaknya terus menjaga komunikasi dengan para investor usai putusan MK terkait UU Ciptaker. Komunikasi dilakukan demi memastikan putusan itu tak berdampak ke realisasi investasi. Meski begitu ia mengakui, putusan tersebut pasti berdampak. Bagusnya, karena menurut dia, dampaknya bisa dikelola kalau dilakukan komunikasi yang baik.


Menurut Menteri Bahlil, Kementerian Investasi menyampaikan putusan MK soal UU Cipta Kerja kepada investor asing melalui kantor perwakilan Kementerian Investasi atau BKPM yang tersebar di beberapa negara. Bahlil menyebutkan, pihaknya berkomunikasi dengan sekitar seribu perusahaan besar, baik lewat telepon langsung atau mengirim surat elektronik untuk meyakinkan berkaitan dengan putusan MK itu.


Berdasarkan hasil komunikasi, Bahlil memastikan, para investor sangat memahami kondisi di Indonesia. Mereka pun percaya masalah itu bisa diatasi.


Kepada para investor, Bahlil Lahadalia menekankan, UU Cipta Kerja yang berlaku, tidak ada satu pasal pun yang dianulir. “Termasuk aturan perundangannya, ada 47 PP yang sudah disahkan, 4 Perpres dan Permen-Permen lainnya juga sudah."


Bahlil menambahkan, tidak ada lagi peraturan turunan tambahan terkait investasi yang akan keluar sebagai turunan UU Cipta Kerja. Menurutnya, dunia usaha perlu diberi jaminan kepastian UU Cipta Kerja. "Itu adalah pekerjaan kami."


Seperti sudah ditulis, Mahkamah Konstitusi memutuskan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional secara bersyarat. Putusan itu dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman dalam sidang uji formil UU Cipta Kerja yang disiarkan secara daring, Kamis (25/11/2021).


MK menyebutkan, UU Ciptaker ini dinilai tidak memegang asas keterbukaan pada publik. Jika dalam jangka waktu dua tahun tidak dilakukan perbaikan, MK nyatakan otomatis inkonstitusional bersyarat secara permanen.


"Menyatakan pembentukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat, sepanjang tidak dimaknai tidak dilakukan perbaikan dalam waktu dua tahun sejak putusan ini diucapkan," kata Anwar Usman.


Dalam pertimbangannya, Mahkamah menilai, metode penggabungan atau omnibus law dalam UU Cipta Kerja tidak jelas apakah metode tersebut merupakan pembuatan UU baru atau melakukan revisi.


Hakim Mahkamah Konstitusi juga menilai, dalam pembentukannya, UU Cipta Kerja tidak memegang asas keterbukaan pada publik meski sudah melakukan beberapa pertemuan dengan beberapa pihak. Namun, pertemuan itu dinilai belum sampai pada tahap substansi UU. ***