EmitenNews.com - Keselamatan warga di atas segalanya. Pemerintah berupaya keras memulangkan warga negara Indonesia (WNI) dari Sudan yang telah dilanda perang saudara. Kementerian Luar Negeri telah mengevakuasi 897 WNI ke Port Sudan, sebuah kota pelabuhan sebagai titik penjemputan keluar wilayah konflik di Afrika itu. Evakuasi kedua, pada Rabu (26/4/2023). Perang saudara antara militer Sudan dan kelompok paramiliter, Rapid Support Forces (RSF) sudah berlangsung lebih dari 10 hari. 

 

"Dengan evakuasi tahap kedua ini, maka 897 WNI telah dievakuasi dari Kota Khartoum, Sudan," kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam keterangannya yang diterima pada Kamis (27/4/2023). 

 

Pada tahap pertama, berhasil dikeluarkan sebanyak 538 WNI dari Khartoum ke Port Sudan. Lalu, terdapat tambahan 31 WNI lain yang dievakuasi ke sana. Dari 569 orang ini, 557 sudah melanjutkan perjalanan melalui laut ke Pelabuhan Jeddah, Arab Saudi, dan telah tiba di Pelabuhan Jeddah. 

 

"Sebanyak 12 orang lainnya, terdiri atas 10 anggota tim dari KBRI tetap tinggal sementara di Kota Port Sudan untuk membantu evakuasi tahap kedua. Plus ada dua WNI yang masih menunggu penyelesaian dokumen perjalanan," kata dia.

 

Pada tahap kedua, pemerintah sudah mengevakuasi 328 WNI yang terdiri atas 29 perempuan, lima anak, dan 294 laki-laki, menggunakan tujuh bus. Sebagian besar dari mereka adalah mahasiswa. Terdapat pula pekerja migran dengan keluarganya dan seorang tenaga profesional maskapai penerbangan. Namun, satu bus mengalami kecelakaan di dekat Kota Atbara dan menyebabkan tiga WNI luka-luka. Ketiga WNI itu kini dirawat di rumah sakit di Port Sudan.

 

Catatan awal KBRI Khartoum menyebutkan, ada 1.209 WNI yang berada di Sudan. Mayoritas berdomisili di wilayah Khartoum, sebagian lainnya di Wad Madani dan Port Sudan. Total WNI yang tercatat berada di Sudan dan dapat dikontak hanya 937 orang.

 

Perang saudara antara militer Sudan dan kelompok paramiliter, Rapid Support Forces (RSF) sudah berlangsung lebih dari 10 hari. Beberapa badan PBB dan kelompok bantuan internasional mengungkapkan, situasi di wilayah tersebut makin memburuk akibat pertempuran. Lebih dari 450 orang tewas dan sedikitnya 4.072 orang terluka sejak pertempuran meletus.

 

Militer Sudan dan RSF sempat menyetujui gencatan senjata 72 jam yang dimulai Selasa pagi. Sayangnya hal itu tidak dipatuhi. Ada laporan tentang beberapa pelanggaran di seluruh negeri, termasuk di ibu kota Khartoum.

 

Jens Laerke, juru bicara badan kemanusiaan PBB (OCHA), kepada wartawan, Selasa, mengatakan, situasi buruk di Sudan, akhir-akhir ini, karena perang terus berkecamuk. Sekretaris Jenderal PBB António Guterres meminta semua pihak menahan diri, dan menghentikan perang yang sudah menelan banyak korban itu. ***