EmitenNews.com - Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menilai perlu dilakukan langkah evaluasi atas realisasi penyerapan anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang masih sangat minim. Dalam catatannya, realisasi anggaran PEN baru mencapai seperlima atau Rp95,13 triliun dari total anggaran 2022 sebesar Rp455,62 triliun. Hal ini perlu dievaluasi karena kuartal dua tahun 2022 akan segera berakhir.

 

“Dari segi penanganan kesehatan hanya menyerap 20 persen anggaran atau Rp24,46 triliun dengan realisasi klaim tenaga kesehatan, insentif perpajakan, vaksin dan alat kesehatan, pengadaan vaksin, dan dana desa,” ujar Misbakhun dalam cuitannya di sosial media, dikutip Parlementaria pada Senin (20/6/2022).

 

Walaupun pandemi Covid-19 yang relatif lebih terkendali dan berpengaruh pada penyerapan anggaran PEN sektor kesehatan, akan tetapi, menurutnya, pemerintah harus tetap waspada dan melakukan realokasi maupun refocusing anggaran agar kebijakan PEN dapat lebih maksimal. Di sisi lain, realisasi untuk anggaran perlindungan masyarakat mencapai 36,1 persen atau Rp 55,85 triliun. Nilai itu untuk Program Keluarga Harapan (PKH), kartu sembako, BLT minyak goreng, BLT Desa, bantuan pedagang kaki lima warung dan nelayan, serta Kartu Prakerja.

 

Anggaran PEN untuk pemulihan ekonomi baru terserap 8,3 persen atau Rp 14,83 triliun dari Rp 178 triliun yang diperuntukkan sektor pariwisata, dukungan UMKM dan fasilitas perpajakan. “Pemerintah harus segera melakukan evaluasi dan kajian atas penyerapan anggaran PEN agar manfaatnya dapat dirasakan masyarakat. Apalagi saat ini, Indonesia menghadapi tantangan ekonomi akibat situasi geopolitik global,” tegas Anggota Fraksi Partai Golkar DPR RI ini.

 

PEN juga sangat dibutuhkan oleh kelompok masyarakat ekonomi menengah ke bawah dan sektor UMKM yang menjadi tulang punggung ekonomi nasional. “Jangan sampai kebijakan PEN yang seharusnya dapat mengantisipasi kondisi pasca pandemi Covid-19 justru menjadi terkendala karena tingkat penyerapan yang rendah,” tutup Anggota Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI ini.

 

Disisi lain Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi XI DPR RI ke Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat, mempertanyakan pelaksanaan kebijakan makroprudensial oleh Bank Indonesia (BI). Kebijakan makroprudensial sendiri ditetapkan dan dilaksanakan oleh BI untuk mencegah dan mengurangi risiko sistemik, mendorong fungsi intermediasi yang seimbang dan berkualitas, meningkatkan efisiensi sistem keuangan dan akses keuangan dalam menjaga stabilitas sistem keuangan (SSK), serta mendukung stabilitas moneter dan sistem pembayaran. Singkatnya kebijakan ini bertujuan untuk mendukung pemulihan ekonomi Indonesia. 

 

Komisi XI DPR RI menilai langkah-langkah yang diambil oleh Bank Indonesia dalam pemulihan ekonomi Indonesia sudah cukup baik. Akan tetapi masih ada permasalahan yang masih harus dibenahi oleh Bank Indonesia, seperti daerah-daerah dengan angka kemiskinan yang tinggi, "Langkah-langkah yang diambil Bank Indonesia sudah cukup baik. Namun, kita melihat focusing dan zoom beberapa daerah yang sampai hari ini masih sangat ekstrim kemiskinannya,” ungkap Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fathan usai memimpin pertemuan Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi XI DPR RI dengan jajaran Bank Indonesia, di Bogor, Jawa Barat (17/6/2022).

 

Dalam kunjungan ini, Fathan juga menyampaikan informasi terkini mengenai adanya disparitas kesenjangan antar wilayah dalam pengimplementasian kebijakan makroprudensial ini, "Jadi, info ter-update yang kami dapatkan, bahwa ada disparitas kesenjangan antara Jawa Barat bagian selatan dengan Jawa Barat bagian utara. Tingkat pertumbuhan kredit Jawa Barat bagian selatan masih sangat rendah. Sebagai contoh pertumbuhan kredit Kota Bandung mencapai 13 persen, sedangkan Pangandaran hanya 0,8-0,9 persen," papar politisi PKB ini. 

 

Berangkat dari permasalahan itu, Komisi XI DPR RI menyatakan interkoneksi merupakan kunci utama dalam penanganan masalah tersebut. Fathan juga mengimbau Bank Indonesia mulai mendorong sektor-sektor produktif, "Kata kuncinya satu, interconnecting. Fasilitasi agar pertumbuhan, kredit untuk UMKM, dan sektor lainnya bisa dialokasikan untuk Jawa Barat bagian selatan. Kami juga merekomendasikan Bank Indonesia, mulai menggenjot sektor-sektor produktif yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional,” imbau Fathan.