EmitenNews.com - Prospek kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tahun ini dinilai akan cerah. Itu seiring kondisi ekonomi Indonesia lebih optimistis dibanding perekonomian global. Apalagi, per Kamis (9/3) foreign net buy ke pasar modal nasional baru Rp3,819 triliun. 


Mengacu pada MSCI AC Asia ex Japan Index, MSCI Asia Pacific Index, dan MSCI China Index, pasar saham Indonesia biasanya setiap tahun kecipratan foreign net buy sekitar Rp60 triliun. Tahun lalu, foreign net buy pasar modal lumayan tinggi, mencapai sekitar Rp70 triliun. 


”Apakah kita tahun ini akan dapat foreign net buy Rp60 triliun lagi? Kita nggak tahu atau misalnya paling sialnya Rp40-50 triliun. Setiap Rp10 triliun itu, bisa menaikkan IHSG 40-60 poin per tahun. Kenapa? Karena biasanya kalau asing beli, lokal malah ikutin beli, tapi ada juga yang jualan,” tutur Adhi Pranasidhi, Pengamat pasar modal, dan Founder Indonesia Superstock Community, pada acara Investment Talk bertema: Q2 Outlook: IHSG is Sandwiched Between Global Recession Worries & Domestic Economy Strength gelaran D'ORIGIN Financial & Business Advisory, dan IGICO Public Affairs Advisory, Jumat (10/3). 


Edhi merinci, hingga Kamis (9/3) ada 822 listed companies di pasar modal Indonesia dengan kapitalisasi pasar USD610 miliar atau setara Rp8.700-9.000 triliun. Market cap to GDP ratio hanya 59 persen dibanding average pasar saham dunia sekitar 100-133 persen. ”Artinya apa? Kalau berpikir normal-normal aja, lurus-lurus aja, kasar-kasar aja, ini lebih murah daripada dunia kalau dilihat dari market cap ratio terhadap GDP. Karena menurut Warren Buffett maupun misalnya menurut beberapa instasi keuangan, market cap ratio di bawah 75 persen itu murah. Artinya Indonesia masih murah,” tegas Edhi. 


Edhi memproyeksi level IHSG tahun ini bisa mencapai 7.948, sedang penutupan pasar tahun lalu 6.850. Proyeksi level IHSG itu, dengan  estimasi pertumbuhan ekonomi Indonesia melandai, dan hanya di kisaran 4,5 persen. Lalu, estimasi earning per share (EPS) IHSG 2023 mencapai 509,5 atau lebih tinggi dari tahun lalu 458. Sementara price earning ratio (PER) estimasi rerata tertinggi lima tahun terakhir sekitar 15,6 kali. ”Oleh karena itu, sepanjang 2023 level tertinggi IHSG estimasinya 15,6 dikali 509,5 sama dengan 7.948,” beber Edhi. 


Optimisme itu, tidak lepas dari kondisi perekonomian domestik bisa lebih positif dibanding ekonomi global. Mengacu capaian tahun lalu, pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,31 persen. Nah, tahun ini Menteri Keuangan Sri Mulyani memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sekitar 5 persen. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi global secara rata-rata pada 2022 hanya 3,4 persen. Sedang proyeksi tahun ini hanya 2,9 persen. 


Di sisi inflasi, Indonesia masih rendah dari rerata global. Per Februari 2023, inflasi Indonesia mencapai 5,47 persen. Sedang rerata inflasi global pada 2022 mencapai 8 persen dengan estimasi 2023 sekitar 6,5 persen. ”Artinya, we are still much better. We are still much better than the average of the world. Banggalah pada negara sendiri. Inflasi masih bisa kita manage,” tegas Edhi dengan nada optimistis. (*)