EmitenNews.com - Kementerian Perdagangan (Kemendag) menetapkan Harga Referensi (HR) komoditas minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) untuk penetapan Bea Keluar (BK) dan tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BLU BPD-PKS), atau biasa disebut Pungutan Ekspor (PE), untuk periode April 2024 adalah sebesar USD857,62/MT.


"Nilai ini meningkat sebesar USD58,72 atau 7,3 persen dari periode Maret 2024 yang tercatat USD 798,90/MT," sebut Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Budi Santoso Kemendag dalam siaran persenya, Senin (1/4).


Penetapan ini tercantum dalam Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 416 Tahun 2024 tentang Harga Referensi Crude Palm Oil yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Layanan BLU BPD-PKS Periode April 2024. BK CPO periode April 2024 merujuk pada Kolom Angka 5 Lampiran Huruf C Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK/0.10/2022 jo. Nomor 71 Tahun 2023 sebesar USD 52/MT.


Sementara itu, Pungutan Ekspor CPO periode April 2024 merujuk pada Lampiran Huruf C Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103/PMK.05/2022 jo. 154/PMK.05/2022 sebesar USD 90/MT.


"Saat ini HR CPO mengalami peningkatan yang menjauhi ambang batas sebesar USD 680/MT. Untuk itu, merujuk pada PMK yang berlaku saat ini maka pemerintah akan mengenakan BK CPO sebesar USD 52/MT dan PE CPO sebesar USD 90/MT untuk periode April 2024," jelas Budi.


Penetapan HR CPO bersumber dari rata-rata harga selama periode 25 Februari-24 Maret 2024 pada Bursa CPO di Indonesia sebesar USD 830,85/MT, Bursa CPO di Malaysia sebesar USD 884,39/MT, dan Pasar Lelang CPO Rotterdam sebesar USD 971,60/MT.


Berdasarkan Permendag Nomor 46 Tahun 2022, bila terdapat perbedaan harga rata-rata pada tiga sumber harga sebesar lebih dari USD 40,maka perhitungan HR CPO menggunakan rata-rata dari dua sumber harga yang menjadi median dan sumber harga terdekat dari median.


Berdasarkan ketentuan tersebut, HR bersumber dari Bursa CPO di Malaysia dan Bursa CPO di Indonesia. Budi mengungkapkan peningkatan HR CPO ini dipengaruhi oleh beberapa faktor.


"Peningkatan HR CPO ini dipengaruhi oleh peningkatan harga minyak nabati di Republik Rakyat Tiongkok dan Amerika Serikat, fluktuasi kurs Rupiah dan Ringgit terhadap Dolar Amerika Serikat, peningkatan permintaan untuk biodiesel, serta penurunan produksi di Indonesia," jelasnya.(*)