EmitenNews.com - PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) secara teknis sudah bangkrut. Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo menjabarkan kondisi keuangan BUMN maskapai penerbangan itu, dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR, Selasa (9/11/2021). Di hadapan anggota DPR, mantan Dirut Bank Mandiri itu memaparkan, kondisi itu terjadi karena ekuitas Garuda sudah negatif hingga USD2,8 miliar atau setara Rp40 triliun (kurs Rp14.200). Utang GIAA mencapai Rp128 triliun.


"Pandemi memperburuk kondisi Garuda Indonesia dengan tambahan utang USD100 juta-USD150 juta atau Rp1,5 triliun-Rp2 triliun setiap bulan." Demikian presentasi Wamen BUMN Kartika Wirjoatmodjo seperti dikutip dari kanal Youtube DPR RI.


Dalam presentasinya yang disiarkan secara langsung, Kartika Wirjoatmodjo menjabarkan kondisi terkini Garuda Indonesia. Aset USD6,93 miliar atau sekitar Rp99 triliun. Liabilitas (kewajiban, termasuk utang) mencapai USD9,76 miliar atau setara Rp140 triliun. Dengan demikian ada ekuitas negatif USD2,8 miliar.


Dari jumlah kewajiban tersebut, Kartika menguraikan utang dari sewa pesawat mendominasi, mencapai USD9 miliar atau Rp128 triliun. "Kalau bapak ibu melihat neraca, ada ekuitas negatif USD2,8 miliar, rekor ekuitas negatif BUMN terbesar itu dulu dipegang PT Asuransi Jiwasraya kini dipegang Garuda."


Karena itulah, perseroan berkomitmen terus melakukan pembicaraan dengan para lessor untuk melakukan restrukturisasi, menurunkan kewajiban Garuda dari USD9,75 miliar menjadi USD2,6 miliar. Pembicaraan itu dilakukan dengan lessor dan juga bank-bank, termasuk Bank Himbara dan juga BUMN Pertamina.


Menurut Kartika Wirjoatmodjo, kunci utama sukses atau tidaknya restrukturisasi Garuda ialah dari persetujuan kreditor. Ini penting karena tanpa persetujuan kreditor tidak mungkin pemegang saham bergerak. "Nasib Garuda ini ditentukan bukan hanya dari pemegang saham, tapi juga kreditor. Kreditor juga harus menyadari bahwa tanpa adanya haircut yang signifikan, neraca Garuda yang tadi ekuitas negatif tidak akan balancing."


Dalam sebulan-dua bulan ini, negosiasi dengan lessor, bank, Himbara, Pertamina, terus digencarkan. Kartika Wirjoatmodjo menyebutkan, para kreditor harus mengakui dan menerima bahwa harus ada pengurangan utang yang signifikan. Jika tidak, kata dia, neraca yang technically bankrupt itu, tidak akan survive. ***