EmitenNews.com - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengingatkan bahwa situasi global masih penuh dengan risiko yang terus bertambah, seperti tingkat inflasi yang tinggi, pertumbuhan yang lemah, kerawanan energi dan pangan, risiko iklim, dan fragmentasi geopolitik.


“Perang di Ukraina terus memperburuk krisis ketahanan pangan dan gizi global, dengan harga energi, makanan, dan pupuk yang tinggi dan mudah berubah, kebijakan perdagangan yang membatasi, dan gangguan rantai pasokan,” kata Menkeu dalam pidatonya pada pembukaan Pertemuan Ke-4 Para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20/ Finance Ministers and Central Bank Governors (FMCBG) Meetings di Washington DC pada Selasa (12/10).


Menkeu melanjutkan bahwa lanskap energi global juga telah dibentuk kembali secara radikal. Pandemi dan perang di Ukraina telah membuat harga energi melonjak, mengakibatkan kekurangan energi dan masalah keamanan energi.


Guncangan harga energi telah mempengaruhi sebagian besar negara, tetapi negara-negara berkembang terutama negara-negara pengimpor energi menghadapi beban tertinggi.


Pengetatan kebijakan moneter global terjadi secara lebih cepat dari yang diantisipasi, dengan banyak negara maju dan berkembang menaikkan suku bunga mereka secara signifikan, yang menciptakan risiko limpahan di seluruh dunia.


Situasi perang, lonjakan harga komoditas, peningkatan inflasi dan suku bunga global, dan pengetatan likuiditas ini meningkatkan risiko utang yang tertekan yang tidak hanya terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah tetapi juga negara-negara berpenghasilan menengah dan bahkan maju.


Situasi global diperkirakan akan tetap sulit pada tahun 2022 dan mungkin dapat berlanjut hingga tahun 2023. Maka, Menkeu menekankan bahwa tagline Presidensi G20 Indonesia yang mengangkat tema “Recover Together, Recover Stronger” akan tetap relevan.


“Kepemimpinan yang kuat dan tindakan kolektif yang cepat diperlukan untuk melindungi penghidupan mereka yang terancam punah sekaligus membawa dunia kembali ke pertumbuhan yang kuat, berkelanjutan, seimbang, dan inklusif,” lanjut Menkeu.(fj)