EmitenNews.com - Garuda Indonesia (GIAA) telah menyodorkan proposal skema restrukturisasi kepada lessor, dan kreditur. Itu sebagai bagian usaha pemulihan kinerja. Langkah itu, menandai akselerasi proses restrukturisasi, dan pemulihan Garuda. 


Selanjutnya, Garuda mengajak seluruh lessor, dan kreditur meninjau skema restrukturisasi komprehensif sebagai basis pertimbangan proses restrukturisasi. ”Proposal membeber rencana jangka panjang bisnis, dan sejumlah penawaran dalam pengelolaan kewajiban bisnis Garuda,” tutur Irfan Setiaputra, Direktur Utama Garuda Indonesia, Selasa (16/11).


Proposal skema restrukturisasi itu, langkah awal, dan dan menjadi momentum penting bertransformasi menjadi entitas bisnis lebih adaptif, efisien, dan menguntungkan. Skema proposal restrukturisasi itu, telah disampaikan melalui kanal data digital dapat diakses secara real time seluruh lessor, kreditur, dan elemen lain mengacu pada ketentuan non-disclosure agreement.


Proposal itu, akan diselaraskan dengan momentum pengajuan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan Niaga Jakarta oleh salah satu mitra bisnis Garuda. Selain itu, Garuda juga telah berkoordinasi dengan tim restrukturisasi, dan para advisors untuk terus melakukan koordinasi intensif bersama lessor dan kreditur. ”Dukungan lessor dan kreditur sangat krusial untuk transformasi mindset bisnis lebih adaptif, dan resilient menjawab tantangan industri di masa depan,” ucap Irfan.


Seiring proses restrukturisasi itu, Garuda terus menyempurnakan layanan penerbangan melalui tinjauan aspek cost leadership, efisiensi tetap mengedepankan aspek keamanan, dan kenyamanan penerbangan kepada seluruh pengguna jasa. ”Kami berkomitmen mendukung penerapan asas Good Corporate Governance seluruh aspek bisnis,” ucapnya.


Periode Januari-September 2021 Garuda mencatat pendapatan USD568 juta atau setara Rp8,06 triliun. Lalu, mencatat rugi US722 juta atau setara Rp10,25 triliun dengan kurs Rp14.200 per dolar Amerika Serikat (USD). Total biaya operasional USD1,29 miliar setara Rp18,31 triliun. Ada gap atau kerugian operasional USD722 juta atau Rp10,25 triliun.


Jumlah penumpang mencapai 2,3 juta jiwa atau hingga akhir tahun diproyeksi 3,3 juta, yakni 17 persen dari jumlah penumpang tahun 2019 sebelum pandemi merebak. Seiring pandemi mulai terkendali, dan pelonggaran kebijakan mobilitas masyarakat, diharap mendorong peningkatan pendapatan melalui peningkatan jumlah penumpang. (*)