Meutya juga menyatakan pemindahan data pribadi lintas negara boleh dilakukan. Asalkan dilakukan dengan kepentingan sah, terbatas dan bisa dibenarkan secara hukum.

Contoh konkretnya, dari aktivitas pemindahan data yang sah antara lain: penggunaan mesin pencari seperti Google dan Bing, penyimpanan data melalui layanan cloud computing, komunikasi digital melalui platform media sosial seperti WhatsApp, Facebook, dan Instagram, pemrosesan transaksi melalui platform e-commerce, serta keperluan riset dan inovasi digital.

Penting dicatat, pengaliran data antarnegara, dilakukan di bawah pengawasan ketat otoritas Indonesia dengan prinsip kehati-hatian dan berdasarkan ketentuan hukum nasional. 

Landasan hukumnya merujuk pada aturan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi serta sebelumnya Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, yang secara eksplisit mengatur mekanisme dan prasyarat pengiriman data pribadi ke luar yurisdiksi Indonesia.

Dengan semangat itu, transfer data yang dilakukan ke AS, Menteri Meutya Hafid  memastikan tidak dilakukan sembarangan. Intinya, tidak akan ada hak warga negara yang dikorbankan.

Terakhir, pengaliran data antar negara disebutkannya merupakan praktik global yang lazim diterapkan. Khususnya, untuk konteks tata kelola data digita, mekanisme ini juga telah diterapkan dalam negara anggota G7.

"Transfer data pribadi lintas negara pada prinsipnya ke depan adalah keniscayaan. Indonesia mengambil posisi sejajar dalam praktik tersebut, dengan tetap menempatkan perlindungan hukum nasional sebagai fondasi utama," tegas mantan wartawan itu. ***