Adapun bisnis perseroan yang bergerak di sektor pengeboran migas, Aperindo tentunya akan berusaha mendapatkan proyek-proyek pengeboran sebanyak mungkin perseroan sempat akan mengikuti proyek pengeboran di regional, namun setelah dilihat kembali, ternyata secara ekonomis tidak menguntungkan bagi Perseroan, sehingga Perseroan tidak berpartisipasi dalam proyek tersebut. 

 

Selain itu, selama masa pandemi ini, sangat sulit untuk mencari proyek pengeboran yang cocok di luar negeri, sehingga Perseroan memutuskan untuk fokus kepada proyek-proyek pengeboran di dalam negeri. Sementara untuk rig darat, sangat tidak kompetitif untuk bekerja di luar negeri, sehingga Perseroan tidak melakukan eksplorasi untuk pekerjaan rig darat di luar negeri. 

 

Apexindo yang telah menjual Rig Raniworo di Q3 2022, melihat pasar Rig Raniworo yang cukup sulit ke depannya. Secara spesifikasi, Rig Raniworo hanya bisa mencapai kedalaman tertentu dan melihat kondisi pasar saat ini, Perseroan belum melihat kebutuhan rig jack up dengan spesifikasi tersebut. 

 

Selain Itu, jika Rig Raniworo tidak ter utilisasi, maka akan ada biaya-biaya yang cukup besar yang harus dikeluarkan oleh Perusahaan, seperti biaya parkir dan biaya maintenance, sehingga hal-hal ini yang menjadi pertimbangan Perseroan untuk menjual Rig Raniworo, karena tidak efisien untuk mempertahankan Rig Raniworo. 

 

Apexindo Pratama Duta (APEX) meraih kontrak baru pengeboran panas bumi atau geothermal senilai USD15,58 juta atau setara Rp 240 miliar dari PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), anak usaha Pertamina Group. Dalam proyek pekerjaan tersebut akan digunakan rig (instalasi peralatan pengeboran) darat berupa rig 9 yang dirancang perseroan untuk memenuhi kebutuhan eksplorasi, pengembangan, dan produksi.adi, pekerjaan rig 9 itu durasinya dalam jumlah sumur. Pekerjaan yang dilakukan adalah 6 sumur dengan nilai kontrak sebesar US$ 15,58 juta.

 

Sesuai rencana, proyek yang berlokasi di Ulubelu, Provinsi Lampung ini, akan mulai berjalan pada kuartal I-2023. Mahar menambahkan, proyek tersebut paralel dengan rencana perseroan tahun depan yang fokus meningkatkan utilisasi rig darat yang kini persentasenya masih 1%. Berdasarkan data, tingkat utilisasi rig darat perseroan sejak tiga tahun terakhir mengalami penurunan cukup tajam terutama pada 2021 dan 2022 yang utilisasinya masing-masing hanya menyentuh 1% dan tahun 2020 sebesar 4%.

 

Struktur tersebut sedikit berbeda dengan utilisasi di tahun 2019 yang mencapai 6%, lalu 2018 menembus 38% dan 2017 sebesar 14%. Sementara pada rig lepas pantai sejak 2017 sampai 2022 tingkat utilisasinya cenderung stabil dengan utilisasi tertinggi terjadi pada 2022 sebesar 84%. “Karena itu, kami berharap paling tidak ada 1-2 rig darat yang bisa aktif tahun 2023 dari posisi saat ini 1. Tentu sama seperti 2021, target ini memerlukan program reaktivasi, sehingga membutuhkan biaya ke depannya. Ini menjadi pertimbangan yang harus kita lakukan dalam mendudukan investasi kita ke depan,” terang Mahar.