EmitenNews.com -Selamat datang di kuartal keempat tahun 2025. Setelah melewati kuartal ketiga yang diwarnai oleh fase konsolidasi dan penantian, kini kita memasuki babak terakhir tahun ini dengan sebuah narasi yang jauh lebih optimistis dan penuh aksi. Seolah menjawab kekhawatiran pasar mengenai potensi perlambatan ekonomi, para pemangku kebijakan Indonesia secara serentak dan terkoordinasi mengeluarkan serangkaian amunisi yang dirancang untuk mengakselerasi laju pertumbuhan ekonomi.

Sebagai seorang analis, saya melihat adanya tiga pilar utama yang akan menjadi fondasi bagi potensi penguatan pasar saham di sisa tahun ini.

Pertama, pemerintah baru saja mengumumkan paket stimulus ekonomi yang signifikan dan tertarget untuk Kuartal IV 2025.

Kedua, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengambil langkah proaktif dengan menyuntikkan likuiditas ke dalam sistem perbankan.

Ketiga, Bank Indonesia secara konsisten mempertahankan sikap akomodatifnya, dengan suku bunga acuan yang kini berada di level rendah 4,75%.

Pertanyaan sekarang adalah: Seberapa kuat dampak gabungan dari ketiga faktor ini, dan bagaimana investor sebaiknya memposisikan diri untuk menyambutnya?

Sinergi Fiskal dan Moneter sebagai Pendorong Utama

Salah satu sinyal paling positif bagi pasar adalah ketika otoritas fiskal (pemerintah) dan otoritas moneter (Bank Indonesia) bergerak ke arah yang sama. Inilah yang sedang kita saksikan saat ini.

Kebijakan moneter, melalui penurunan suku bunga acuan hingga mencapai 4,75%, telah mempersiapkan landasan yang subur. Biaya pinjaman menjadi lebih murah, yang seharusnya mendorong perusahaan untuk berinvestasi dan konsumen untuk berbelanja. Namun, kebijakan ini sering kali bersifat pasif.

Di sinilah peran kebijakan fiskal menjadi krusial. Paket stimulus ekonomi terbaru senilai Rp16,2 triliun yang digelontorkan pemerintah untuk Kuartal IV 2025 bertindak sebagai pemicu aktif. Stimulus ini merupakan yang ketiga kalinya pada tahun 2025, setelah stimulus sebelumnya pada awal dan pertengahan tahun.

Dana ini, yang disalurkan melalui berbagai program, akan secara langsung masuk ke kantong masyarakat dan mendanai proyek-proyek, menciptakan permintaan riil di lapangan. Kombinasi antara suku bunga rendah dari BI dan stimulus fiskal dari pemerintah adalah resep klasik yang sangat kuat untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi.

Membedah Paket Stimulus: Fokus pada Daya Beli dan Lapangan Kerja

Untuk memahami dampaknya ke pasar saham, kita perlu membedah ke mana saja aliran dana stimulus ini akan diarahkan. Dari delapan program yang dicanangkan, dua program dengan alokasi terbesar sangat menonjol.

Pertama adalah program Bantuan Pangan senilai Rp7 triliun. Bantuan ini akan dialokasikan untuk 18,3 juta keluarga penerima manfaat dalam bentuk beras 10 kilogram per bulan selama Oktober dan November, dengan opsi perpanjangan hingga Desember. Ini adalah suntikan langsung untuk menjaga daya beli masyarakat lapisan bawah, yang menjadi sangat relevan mengingat adanya isu kenaikan harga beras belakangan ini. Langkah ini secara langsung akan menguntungkan emiten di sektor barang konsumsi primer dan ritel.

Kedua adalah program Padat Karya Tunai dengan alokasi Rp5,7 triliun. Dana ini akan menyediakan upah harian bagi lebih dari 600.000 orang untuk proyek-proyek di bawah Kementerian Perhubungan dan Kementerian Pekerjaan Umum selama periode September hingga Desember 2025. Program ini memiliki efek ganda: meningkatkan pendapatan masyarakat secara langsung sekaligus mengakselerasi proyek-proyek infrastruktur skala kecil.

Selain itu, ada juga perluasan insentif pajak PPh 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) yang kini mencakup para pekerja di sektor pariwisata, hotel, restoran, dan kafe. Ini merupakan perluasan dari stimulus sebelumnya yang hanya berfokus pada sektor padat karya.

Aksi Menteri Keuangan: Suntikan Likuiditas dan Implikasinya

Paket stimulus fiskal ini menjadi lebih kuat karena ia melengkapi kebijakan penting lainnya yang telah diumumkan oleh Menteri Keuangan pada pekan sebelumnya: injeksi likuiditas.

Langkah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk menyuntikkan likuiditas dengan menempatkan dana pemerintah di bank-bank Himbara (Himpunan Bank Milik Negara) adalah sebuah sinyal yang tak kalah penting. Dalam bahasa sederhana, langkah ini berarti bank-bank BUMN besar kini memiliki amunisi atau kapasitas yang jauh lebih besar untuk menyalurkan kredit.

Ini menciptakan sebuah siklus positif. Di satu sisi, permintaan kredit dari sektor properti, konstruksi (terkait program padat karya), dan konsumsi akan meningkat berkat adanya stimulus. Di sisi lain, bank-bank kini memiliki dana yang lebih dari cukup untuk memenuhi permintaan kredit tersebut dengan bunga yang kompetitif, berkat kebijakan suku bunga rendah dari BI. Langkah ini secara efektif memastikan bahwa program stimulus pemerintah dapat berjalan lancar tanpa terhambat oleh keterbatasan pendanaan.