EmitenNews.com -Proses divestasi PT Vale Indonesia Tbk (INCO) masih terus berjalan meskipun belum ada titik temu. Terakhir Vale Indonesia telah setuju untuk melepas 14% kepemilikan saham.


Sayangnya, jumlah divestasi 14% ini belum bisa menjadikan INCO menjadi milik Indonesia. Selain itu, pihak Vale juga belum menyampaikan berapa harga yang harus dibayarkan pemerintah melalui BUMN untuk akuisisi 14% saham tersebut.


Dari sisi pemerintah dan DPR mengharapkan divestasi yang dilakukan bisa membuat Indonesia menjadi pemegang saham pengendali dan aset tambang nikel ini bisa terkonsolidasi di dalam negeri.


Pada dasarnya Indonesia memiliki daya tawar yang tinggi dalam proses divestasi ini, karena memiliki kuasa dalam perpanjangan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) kepada Vale Indonesia. Tanpa perpanjangan izin, maka Vale Indonesia akan setop beroperasi pada 2025 dan aset tambang ini dikembalikan ke Indonesia.


Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya menjanjikan keputusan mengenai divestasi Vale Indonesia akan keluar pada akhir bulan ini. Dia menegaskan keputusan terkait divestasi harus mengutamakan kepentingan nasional.


"Iya segera akan kita putuskan, insya Allah bulan ini akan kita putuskan. Intinya kepentingan nasional harus didahulukan," kata Jokowi di awal Juli lalu.


Menurut Presiden, divestasi harus ditujukan untuk industrialisasi dan hiliriasi nasional, dengan tetap melindungi kepentingan investor. "Win-win, dua-duanya harus jalan dengan baik, dan yang paling penting industrialisasi, hilirisasi betul-betul harus berjalan," tegasnya.


Titah Jokowi ini diikuti oleh tiga menterinya, yang menegaskan pentingnya membawa Vale Indonesia kembali ke pangkuan negara. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mendorong agar pencatatan aset dan cadangan Vale Indonesia dapat dilakukan di Indonesia. Pasalnya, selama ini aset dan cadangan INCO masih tercatat di Kanada.


"Kita juga mau begitu (aset dan cadangan tercatat di Indonesia). Sekarang ini selama ini kita suka ngalah-ngalah ndak ngerti," ujar dia.


Secara terpisah, Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan selama ini Vale tidak mempercepat investasinya di Indonesia meski telah lama beroperasi. Ada investasi baru dilakukan ketika nikel mulai jadi primadona. Untuk itu dia mengharapkan MIND ID bisa menjadi pemegang saham pengendali Vale Indonesia.


Dengan kepemilikan negara yang dominan di Vale Indonesia, maka RI memiliki perusahaan tambah yang setara dengan negara lain. Dia menegaskan BUMN siap mengambil saham Vale Indonesia, dan siap secara finansial.


"Ya berapapun, BUMN punya duit loh. Jadi jangan bilang BUMN tidak ada uang sekarang. Kita punya net income sekitar Rp 250 triliun, jadi ada uangnya," ujarnya.


Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia pun secara tegas menyatakan keterlibatan BUMN dan BUMD harus lebih besar dalam pertambangan, khususnya hilirisasi. Dengan begitu, cita-cita untuk memiliki ekosistem kendaraan listrik, khususnya baterai, bisa tercapai.


“Yang terpenting adalah semua produksi pertambangan, kita dorong kepada hilirasi, Hilirisasi yang melibatkan BUMN dan BUMD, jadi tidak bisa lagi kita memberikan opsi perpanjangan,m jika tidka melibatkan BUMN atau BUMD. Harus negara yang mengambil peran maksimal,” kata Bahlil.


Dengan komitmen dari Presiden Joko Widodo dan jajaran menterinya, maka hasil divestasi Vale Indonesia harus tetap mengutamakan negara, sebelum mendapatkan perpanjangan izin. Adapun perpanjangan izin tambang berada di ranah Kementerian ESDM dan masih dalam proses.


Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin tasrif menilai nantinya Vale Canada Limited (VCL) akan tetap memegang hak pengendali operasional untuk aset tambang PT Vale Indonesia. Hal ini dengan mempertimbangkan pengalaman dan keahlian operasional yang dimiliki perusahaan asing tersebut dalam kegiatan tambang.


"Memang ada kesepakatan intinya Vale udah, udah ada menunjukkan fleksibilitasnya. Nah pengendaliannya itu maksudnya adalah operasional kan yang jago tambang siapa," ujar Arifin.