Usut KPU Sewa Private Jet Rp46 Miliar, KPK Pelajari Putusan DKPP
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo.dok. Berita Nasional.
EmitenNews.com - Komisi Pemberantasan Korupsi membuka peluang mengusut kasus korupsi, yang diduga melibatkan ketua, dan anggota KPU RI, beserta sekjen. KPK menjadikan putusan perkara nomor: 178-PKE-DKPP dalam mempelajari laporan dugaan korupsi terkait penggunaan Rp46 miliar Anggaran Tahun 2024 itu, untuk penyewaan private jet. DKPP menjatuhkan sanksi teguran keras atas pelanggaran etik dalam kasus itu.
KPK menjadikan putusan perkara nomor: 178-PKE-DKPP untuk mempelajari laporan dugaan korupsi terkait penggunaan Anggaran tahun 2024 itu.
Dalam putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) tanggal 21 Oktober 2025, terungkap private jet yang disewa untuk rombongan KPU RI selama Pemilu 2024 menelan anggaran sebanyak Rp46 miliar.
"KPK tentu mempelajari putusan dari DKPP tersebut. Fakta-fakta yang terungkap seperti apa, dan itu tentunya akan menjadi pengayaan bagi kami di KPK dalam menindaklanjuti laporan aduan masyarakat tersebut," ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada pers, Selasa (28/10/2025).
Tetapi, Budi Prasetyo belum bisa menyampaikan detail kerja-kerja yang sudah dan sedang dilakukan oleh tim pengaduan masyarakat (Dumas) KPK dalam penanganan kasus dugaan korupsi tersebut.
Yang jelas, sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas, atas setiap laporan aduan masyarakat, KPK pasti selalu sampaikan update perkembangannya kepada pihak pelapor, dan itu sifatnya tertutup atau rahasia.
"Nah, ini juga sekalian bertujuan untuk menjaga kerahasiaan identitas pihak pelapor, sekaligus menjaga kerahasiaan materi pelaporan," tegasnya.
Seperti diketahui DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada Ketua KPU, empat anggota KPU, dan Sekretaris Jenderal KPU karena terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu.
Ketua Majelis Heddy Lugito mengemukakan DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada teradu I Muhammad Afifuddin selaku Ketua merangkap Anggota Komisi Pemilihan Umum. Teradu II Idam Holik, teradu III Yulianto Sudrajat, teradu IV Parsadaan Harahap, teradu V August Mellaz, masing-masing selaku anggota Komisi Pemilihan Umum terhitung sejak putusan ini dibacakan.
Kemudian, juga menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada teradu VII Bernad Darmawan Sutrisno, Sekretaris Jenderal Komisi Pemilihan Umum terhitung sejak putusan ini dibacakan.
Dalam pernyataan anggota Majelis DKPP Ratna Dewi mengatakan tindakan teradu I sampai dengan teradu V dan teradu VII dalam penggunaan private jet tidak dibenarkan menurut etika penyelenggara pemilu.
Apalagi teradu I sampai dengan teradu V dan teradu VII memilih private jet dengan jenis yang eksklusif dan mewah.
Dalih teradu I bahwa pertimbangan penggunaan private jet karena masa kampanye pada pemilu tahun 2024 hanya berlangsung 75 hari, sehingga waktu untuk pengadaan dan distribusi logistik pemilu 2024 sangat sempit, tidak dapat diterima.
Menurut Ratna Dewi, penggunaan private jet tidak sesuai dengan perencanaan awal untuk monitoring distribusi logistik di daerah 3T, tertinggal, terdepan, terluar. “Bahwa di antara 59 kali perjalanan menggunakan private jet tidak ditemukan satupun rute perjalanan dengan tujuan distribusi logistik."
Koalisi Masyarakat Sipil laporkan tindak pidana korupsi pengadaan private jet
Berkaitan dengan masalah itu, pada Rabu, 7 Mei 2025, Koalisi Masyarakat Sipil melaporkan dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan private jet di KPU Tahun Anggaran 2024.
Koalisi Masyarakat Sipil itu terdiri atas Transparency International Indonesia (TI Indonesia), Themis Indonesia, dan Trend Asia.
Related News
Bukan Negara Penempatan Resmi, 100 Ribu WNI Sudah Bekerja di Kamboja
Dalam Sidang Eks Dirut Ini Ungkap Jiwasraya Insolven Sejak 1998
Sandra Dewi Cabut Gugatan Keberatan Penyitaan Aset, Ini Alasannya
Dinsos DIY Ungkap, 7 Ribu Penerima BLTS Terindikasi Terlibat Judol
Kasus Korupsi Minyak Pertamina, Siapa Dua Tokoh yang Tekan Karen?
Penyelidikan Kasus Whoosh, KPK Respon Peluang Panggil Luhut Pandjaitan





