EmitenNews.com - Pemerintah diminta mengelola utang luar negeri secara prudent, fleksibel dan oportunis. Agar tidak terus bergantung pada ULN, Kementerian Keuangan bersama Bank Indonesia perlu memberdayakan pendapatan pajak dan berkomitmen menjaga struktur ULN tetap sehat. Utang Indonesia mengalami kenaikan Rp128 triliun dibandingkan Januari 2021, sehingga sekarang mencapai Rp6,361 triliun atau 41 persen dari produk domestik bruto (PDB). 

 

Dalam keterangannya, Jumat (27/3/2021), Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin mengatakan, pemerintah wajib memonitor dan menyesuaikan berbagai kebijakan di tengah upaya mengejar target pertumbuhan ekonomi. Target pertumbuhan ekonomi pada 2021 dipatok pada 4,5 sampai 5,3 persen. Dalam kondisi ini, pemerintah jangan hanya menggunakan instrumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pemerintah harus mendukung reformasi dalam kegiatan investasi.

 

Menurut Azis, Undang-undang Omnibus Cipta Kerja bisa menjadi garis merah dalam mengaktualisasikan akselerasi tersebut. Untuk itu, politikus Partai Golkar ini meminta pemerintah mengelola utang secara prudent, fleksibel dan oportunis. Pengelolaan utang perlu ditekan, dan pemerintah harus berkoordinasi dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Ini bermanfaat untuk mengoptimalkan alokasi ULN dalam menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pemulihan ekonomi nasional (PEN), sehingga pembiayaan defisit APBN bisa ditekan. 

 

Dengan semangat itu, menurut Aziz, pembiayaan harus difokuskan pada sektor ekonomi riil yang dapat tumbuh, juga padat karya. Karena itu, kata Wakil Ketua Umum Partai Golkar tersebut, pemerintah agar berhati-hati pada sektor belanja produktif. Untuk mencegah terjadinya kontraksi pertumbuhan ekonomi dan peningkatan ULN, ia pun mendorong pemerintah serius menjaga stabilitas makro ekonomi nasional. “Solusi-solusi yang dihasilkan harus terukur. Fokuskan ULN untuk membantu rakyat dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah.”

 

Aziz juga meminta pemerintah untuk terus berkomitmen menekan angka kasus penularan virus Covid-19. Ini diperlukan demi meminimalkan ULN serta menjaga perekonomian nasional. Pasalnya, tidak hanya pemerintah, semua elemen bangsa juga berjuang menangani pandemi Covid-19 dengan pendekatan kegiatan, jaminan sosial, jasa pendidikan, konstruksi, hingga jasa keuangan. 

 

Dalam diskusi virtual, Rabu (24/3/2021), Ekonom Senior Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Didik J Rachbini mengatakan, saat ini utang BUMN Rp2.100 triliun. Politikus PAN ini menyoroti utang BUMN, tetapi setoran labanya kecil. Setoran tertinggi BUMN itu PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI)  Rp11 triliun. Telkom Rp8 triliun, BNI Rp2 triliun. PT Pupuk Rp30 triliun, perolehan labanya Rp1 triliun. “BUMN ini, binatang yang antara diperlukan dan tidak diperlukan. Diperlukan, karena mengeksekusi kegiatan ekonomi, tetapi beban utang sangat banyak.”

 

Belum lagi menurut Didik, banyak perusahaan pelat merah yang merugi dan memiliki banyak utang. Misalnya, PT Garuda Indonesia dan PT Krakatau Steel. "Sudah utangnya banyak, menyusu kepada APBN, setorannya kepada APBN kecil, cuma Rp100 miliar - Rp200 miliar, yang rugi banyak dan menjadi beban negara. BUMN ini jadi beban kelas berat. Ini harus diperhatikan dalam pengambilan keputusan.”

 

Jika utang BUMN ditambah utang pemerintah, kata Didik, jumlahnya Rp8.000 triliun lebih, melonjak drastis dibandingkan masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2009 dan 2009-2014). Menurut Didik, di akhir masa jabatan pada 2014, SBY mewariskan utang Rp2.700 triliun. Periode Presiden Jokowi (2014-2019 dan 2019-2024), utang melonjak drastis, Rp6.336 triliun. Itu belum ditambahkan utang-utang BUMN, di luar utang tabungan dan deposito pada kisaran Rp2.100 triliun. 

 

“Di masa Presiden SBY, utang perusahaan pelat merah hanya berkisar Rp500 triliun. Tetapi, saat ini di era Jokowi, utang tersebut telah bertambah banyak. Jadi sekarang BUMN itu tumpukan utang, sangat banyak. Kalau BUMN diberikan mandat, main embat aja, perkara resikonya urusan belakangan. Kita siap-siap saja presiden berikutnya menerima tumpukan utang yang sangat besar,” katanya.