EmitenNews.com — Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal, meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan investigasi terkait PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) yang diduga memberikan pinjaman triliunan rupiah ke salah satu perusahaan batu bara tanpa agunan di Sumatera Selatan. Jika dugaan itu benar, ini sudah menyalahi prinsip kehati-hatian perbankan dan ada prinsip yang dilanggarnya.

 

"Saya rasa OJK sebagai otoritas keuangan yang mengawasi sektor keuangan termasuk dalam perbankan, harus menginvestigasi dan memastikan ini sesuai dengan prinsip kehati-hatian," kata Faisal kepada wartawan di Jakarta, Rabu (8/6).

 

Faisal menegaskan bahwa seyogianya sebuah bank milik negara ketika ingin menyalurkan kredit harus ada penilaian yang cukup prudent. "Pada dasarnya perbankan  kan  menyimpan dana masyarakat, dana publik, jadi pengelolaannya harus profesional dan harus benar-benar menganut prinsip kehati-hatian," tutur dia.

 

Hal itu, kata Faisal, menjadi alasan mengapa jika ingin meminta kredit ke bank harus memenuhi persyaratan, salah satunya agunan. Ada juga syarat lain seperti masalah pembukuan keuangan, serta administrasi. Terkait penyaluran kredit oleh BBNI, dia berharap jangan ada konflik kepentingan dalam persoalan ini.

 

"Nah ini kan berdampaknya nanti juga kepada cashflow keuangan BBNI yang menyimpan dana publik. Jadi itu yang memang perlu diinvestigasi," ujarnya.

 

Sementara Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara ( BAKN ) DPR, Anis Byarwati, mengatakan apabila isu ini benar, tentu bertentangan dengan adanya prinsip collateral (agunan).

 

Menurutnya agunan sangat penting sebagai second way-out jika debitur melakukan wanprestasi, dan secara psikologis menjadi pengikat keseriusan debitur menjalankan usaha dan membayar kewajiban kreditnya.

 

"Menurut saya, bank sebagai pemberi pinjaman tetap harus mengukur kelayakan kredit calon debitur dengan prinsip 6C, yakni character, capacity/cashflow, capital, conditions, collateral dan constraint. Apabila isu ini benar, tentu bertentangan dengan harus adanya prinsip collateral," kata Anis.

 

Sehingga apabila terjadi penyalahgunaan wewenang atau aturan, bisa dikenakan beberapa pasal, baik aturan perbankan, OJK maupun lainnya.