EmitenNews.com—PT Berkah Perkasa Prima Tbk (BLUE) meraih laba bersih sebesar Rp14,69 miliar, tumbuh 27,73% di sepanjang Januari - September 2022, dibanding periode yang sama 2021 dengan laba bersih senilai Rp11,50 miliar.

 

Berdasarkan data paparan publik dari pengumuman di situs BEI, Selasa (13/12), peningkatan perolehan laba bersih selama periode sembilan bulan pertama 2022, terutama dipengaruhi peningkatan jumlah pendapatan neto sebesar 29,22% (year-on-year) menjadi Rp98,69 miliar.

 

Namun, jumlah total beban pokok penjualan BLUE selama sembilan bulan pertama tahun ini ternyata meningkat menjadi Rp64,48 miliar dari Rp47,13 miliar pada periode yang sama tahun lalu. Sehingga per kuartal III-2022, BLUE tercatat meraih laba kotor per kuartal III-2022 menjadi Rp34,22 miliar atau meningkat dari periode sama tahun lalu yang membukukan laba kotor sebesar Rp29,12 miliar.

 

Per 30 September 2022, BLUE terpantau memiliki jumlah liabilitas yang meningkat menjadi Rp8,99 miliar dari Rp8,74 miliar pada 31 Desember 2021. Sedangkan, total ekuitas hingga akhir kuartal III-2022 tercatat senilai Rp88,17 miliar atau meningkat dibanding per akhir Desember 2021 yang mencapai Rp80,57 miliar.

 

Corporate Secretary BLUE, Vini Hardianti, mengatakan bahwa sebagai perusahaan percetakan, perseroan menghadapi tiga tantangan pada tahun ini. Pertama, menghadapi tinta palsu original yang tidak tertanggulangi sampai saat ini. "User bisa membeli tinta yang mereka kira original dengan harga di bawah harga tinta Blueprint yang merupakan compatible," kata Vini.

 

Kedua, menghadapi kertas thermal yang dijual tidak sesuai spesifikasi. Contohnya: Userbisa membeli kertas thermal yang mereka kira berukuran penuh (tertulis 80 mm, tapi secara fisik cuma75 mm maupun 70 mm). Ketiga, menghadapi hardware yang dijual tanpa ada POSTEL, IZIN KEMENDAG/GARANSI, dan masuk Indonesia tanpa melalui jalur resmi.

 

Untuk mengatasi tiga tantangan tersebut, BLUE memiliki empat strategi. Pertama, mengedukasi konsumen agar memperhatikan produk yang dibeli memenuhi spesifikasi tertulis. Walaupun produk murah bila isinya sengaja dikurangi, pada akhirnya konsumen membayar lebih mahal. Kedua, mengedukasi reseller agar hanya menjual produk resmi/bergaransi agar aman saat ada pemeriksaan.

 

Ketiga, mensupport kebijakan TKDN Pemerintah dengan memulai industri tinta dalam negeri untuk beberapa varian tinta yang cocok untuk printer perkantoran. Keempat, ekspansi penjualan Wide Format Printer yang berhubungan dengan digital printing textile dan garment. Ledakan usia produktif penduduk Indonesia membuka banyak peluang di bidang sandang. "Industri textile Indonesia bisa berharap lebih banyak pada pasar domestic," tutup Vini.