EmitenNews.com - Bank Indonesia (BI) memperkirakan suku bunga acuan di Amerika Serikat (AS) akan naik empat kali tahun ini. Kenaikan diprediksi akan dilakukan pada Maret 2022.


Prediksi tersebut disampaikan Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, menjawab pertanyaan dalam jumpa pers usai Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Edisi Januari 2022, Kamis (20/1).


Perry mengaku dalam dua hari berlangsungnya RDG sejak Rabu (19/1) pihaknya terus melakukan assesmen secara seksama untuk mencermati kondisi ekonomi di AS. Termasuk tingginya inflasi, pertumbuhan dan respon pasar terhadap kebijakan fund rate dari Bank Sentral AS, The Fed.


"Selain inflasi lebih tinggi, pemulihan juga terus berlangsung. Meskipun kami melihat sejumlah risiko yang Fed juga melihat, yaitu kenaikan kasus omicron, gangguan rantai pasok dan lain-lain," katanya.


Ekonomi AS, lanjut Perry, memang masih penuh risiko. Dari mulai penyebaran virus corona varian omicron, gangguan rantai pasok, sampai kenaikan harga energi.


Dari sisi fundamental dan dari pandangan anggota The Fed, kemungkinan Federal Funds Rate naik tiga kali. Namun BI juga melihat dan mempertimbangkan pandangan pasar.


"Oleh karena itu, kami membuat kesimpulan. Baseline kami bahwa Federal Funds Rate akan naik empat kali pada tahun ini, mulai Maret," terang Perry.


"Kenaikan Maret probabilitasnya tinggi. Tapi apakah naiknya 25 atau 50 basis poin, itu yang perlu ditunggu," lanjut Perry.


Terhadap kemungkinan perkiraan itu Bank Indonesia menurutnya juga telah melakukan asesmen dampaknya kepada Indonesia.


"Simpulan kami lebih ke berapa besar dampaknya," jelas Perry.


Yang menjadi perhatian BI lebih pada sisi eksternal Indonesia. Bukan hanya dampak kenaikan suku bunga acuan, tapi juga yield US Treasury yang belakangan cenderung meningkat. Dengan kenaikan yield US treasury yield, implikasi internal pemerintah adalah bagaimana dampaknya terhadap yield SBN di dalam negeri.


"Dampak yang kami lihat seberapa jauh Yield akan naik dan seberapa dampaknya terhadap nilai tukar rupiah. Dampak terhadap nilai tukar dipengaruhi faktor domestik maupun global. Dampak global tentu membawa pengaruh pelemahan rupiah," jelasnya.


Karena itu dalam membuat asesmen BI akan memperhitungkan tingkat depresiasi dan nilai tukar rupiah.


Faktor positif dari dalam negeri, current account defisit rendah, diperkirakan sekitar 1,4 - 1,9 persen.(fj)