EmitenNews.com - PT TBS Energi Utama Tbk. (TOBA) mencatat adjusted EBITDA sebesar US$31,8 juta hingga kuartal III-2025, merefleksikan ketahanan model bisnis perseroan di tengah transisi dari batu bara menuju bisnis energi hijau alias Energi Baru Terbarukan (EBT).

Secara triwulanan, adjusted EBITDA pada kuartal III/2025 mencapai US$11 juta atau sekitar Rp181,5 miliar (kurs Rp16.500/US$1), melonjak lebih dari dua kali lipat dibandingkan kuartal sebelumnya.

Menurut Analis Ajaib Sekuritas, Rizal Rafly pada Kamis (30/10) kinerja TOBA lebih relevan dievaluasi secara kuartalan lantaran perusahaan sedang berada dalam masa transformasi setelah melepas dua unit PLTU pada semester I-2025.

“Transformasi ini mengakibatkan tidak apple to apple bila membandingkan kinerja secara year on year karena yang didivestasi adalah bisnis yang pendapatannya sudah mature, sementara bisnis baru yang fokus pada sustainability masih berpeluang untuk berkembang baik dari sisi kapasitas hingga pendapatan,” ujarnya.

Rafly menjelaskan penggunaan parameter adjusted EBITDA sebagai ukuran utama karena terbilang kinerja mendekati laba bersih. Ia menilai, meski TOBA masih mencatatkan rugi bersih sebesar US$128 juta, sebagian besar bersifat non-kas akibat penyesuaian akuntansi atas divestasi dua PLTU serta biaya akuisisi bisnis pengelolaan limbah.

Komponen terbesar rugi non-kas berasal dari kerugian divestasi proyek PLTU Minahasa Cahaya Lestari (MCL) dan Gorontalo Listrik Perdana (GLP) senilai US$96,9 juta, sesuai ketentuan PSAK untuk proyek Independent Power Producer (IPP) dengan skema Build-Own-Operate-Transfer (BOOT).

“Jika faktor non-berulang dan kinerja bisnis pertambangan batubara dikeluarkan, keuntungan bersih inti terkendali di sekitar US$1,8 juta. Hal ini menunjukkan momentum positif dari transformasi bisnis yang sedang berjalan,” lanjutnya.

Secara konsolidasi, TBS membukukan pendapatan US$288,17 juta hingga September 2025, dengan segmen pengelolaan limbah menyumbang US$111,92 juta atau 39% dari total pendapatan serta 88% terhadap adjusted EBITDA. Porsi ini meningkat dibandingkan semester I-2025 yang sebesar 35%.

Unit pengelolaan limbah dijalankan melalui tiga anak usaha, yaitu CORA Environment (hasil transformasi dari Sembcorp Environment), Asia Medical Enviro Services (AMES), dan ARAH Environmental. Ketiganya menangani lebih dari 1 juta ton limbah per tahun dan tengah menyiapkan investasi lebih dari US$200 juta untuk ekspansi regional dalam lima tahun ke depan.

Di sisi lain, Electrum, perusahaan joint venture kendaraan listrik TBS dengan Gojek, terus memperluas jaringan operasional. Hingga September 2025, sudah ada 6.400 motor listrik beroperasi dengan 364 stasiun penukaran baterai, masing-masing tumbuh 100% dan 54% secara tahunan. Segmen kendaraan listrik ini menyumbang pendapatan US$5,84 juta.

Kontributor lainnya berasal dari coal mining dan coal trading dengan nilai US$68,89 juta dan US$81,83 juta. Kedua segmen ini kini dikategorikan sebagai bisnis lama TOBA.

Untuk sektor energi terbarukan, TOBA telah mengoperasikan PLTMH Sumber Jaya berkapasitas 6 MW sejak awal 2025 dan tengah menggarap PLTS Terapung Tembesi Batam berkapasitas 46 MWp yang ditargetkan Commercial Operation Date (COD) pada pertengahan 2026.

Rafly menilai, pencapaian TOBA dari sisi top line hingga adjusted EBITDA menunjukkan model bisnis baru perusahaan mulai memberikan hasil konkret.

“Pilar pengelolaan limbah kini menjadi jangkar profitabilitas baru TBS. Prospek bisnis ini jangka panjangnya jauh lebih stabil dan sejalan dengan arah kebijakan pemerintah terkait ekonomi hijau,” ujarnya.

Ia memperkirakan ekspansi bisnis pengelolaan limbah TOBA akan semakin kuat di kawasan Asia Tenggara, seiring kesiapan regulasi dan dukungan ekosistem di sejumlah negara.

“Tentunya mereka juga bisa ekspansi di Indonesia karena telah memiliki teknologi, keahlian, dan lain-lain. Namun, ekspansi ke negara lain di regional juga tak kalah menarik,” tutupnya.