EmitenNews.com—Tahun 2022 telah menjadi tahun yang penuh tantangan bagi fixed income dengan inflasi dan suku bunga yang cenderung naik. Oleh karena itu, kita telah melihat investor asing membukukan outflow sebesar IDR 129 triliun atau USD 8,3 miliar di 2022. 

 

Sepanjang tahun, Indobex government bond index membukukan return sebesar 2,61%, meskipun hingga Oktober return tersebut masih sebesar -0,71%. Indikasi pelonggaran laju kenaikan suku bunga the Fed baru-baru ini memberi harapan bagi investor obligasi memasuki tahun 2023. Saat ini spread antara the 10 year US treasury yield dan 10 year IndoGB berada di 350bps dibandingkan dengan level historis di 500bps.

 

Schroder Investment Management Indonesia mulai melihat beberapa pemulihan di pasar obligasi menjelang akhir tahun 2022 karena inflasi AS tampaknya telah turun di bawah ekspektasi ekonom pada bulan Oktober dan, karenanya, mendorong Fed untuk mulai memperlambat kenaikan suku bunga acuannya. Seiring dengan USD yang mengalami peaking, sentimen tampaknya membaik untuk IndoGB. Namun beberapa hal tetap masih harus diperhatikan memasuki tahun 2023, karena baik the Fed maupun Bank Indonesia diperkirakan masih akan menaikkan suku bunga pada 1H23 sementara inflasi masih lebih tinggi dari rata-rata historis. 

 

Namun demikian, karena kami telah melihat inflasi di AS dan Indonesia berada di bawah ekspektasi dalam beberapa bulan terakhir, kami berpendapat bahwa tekanan terhadap pasar obligasi tidak akan seburuk tahun 2022. Tim ekonom global Schroders memperkirakan suku bunga acuan the Fed akan memuncak pada 4,75% pada awal 2023 sebelum turun menjadi 3,50% pada akhir 2023 menyusul potensi resesi di AS pada 1H 23. Tanda-tanda lebih lanjut dari bank sentral menjadi lebih dovish akan menjadi katalis untuk pasar obligasi. 

 

“Di dalam negeri, pemerintah berencana menurunkan defisit fiskal hingga di bawah 3% pada akhir tahun 2023 seperti yang dijanjikan sebelumnya. Oleh karena itu, menurut kami hal ini akan membawa sentimen positif lebih lanjut untuk pasar obligasi pada tahun 2023.” kata Irwanti dalam media briefing bertajuk "Market Outlook 2023" di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Rabu (18/1).

 

Selain itu, dengan pertumbuhan pendapatan pemerintah yang kuat tahun lalu, kami memperkirakan supply obligasi yang dibutuhkan pada tahun 2023 akan berkurang, yang akan membantu mendukung harga obligasi. Pemerintah mengharapkan pertumbuhan pendapatan relatif flat pada tahun 2023 sementara pengeluaran akan sedikit menurun.

 

Di tahun 2022, investor asing mencatatkan outflow yang besar dari pasar obligasi Indonesia karena tekanan inflasi dan pengetatan moneter. Seiring dengan besarnya penerbitan baru dalam 2 tahun terakhir, kepemilikan asing pada obligasi pemerintah turun ke level di tahun 2010 sebesar 14%. Oleh karena itu, menurut kami downside agak terbatas saat ini untuk pasar obligasi dengan potensi flow reversal jika bank sentral menjadi lebih dovish secara progresif. 

 

Meskipun outflow yang besar pada tahun 2022, yield obligasi 10 tahun relatif tangguh berkisar antara 7,0-8,0% sepanjang tahun. Sementara ketidakpastian mengenai inflasi dan kebijakan moneter tetap ada, menurut kami yield obligasi akan tetap relatif stabil pada level saat ini untuk saat ini. Kami percaya pembalikan kebijakan moneter atau monetary policy reversal akan menjadi katalis bagi pasar obligasi untuk rally.

 

Secara keseluruhan, menurut kami pasar obligasi akan tetap ‘jinak’ di 1H23 karena tekanan inflasi dan risiko kenaikan suku bunga tetap ada. Namun, kita mungkin melihat transisi menuju 2H23 karena inflasi mereda dan bank sentral menjadi lebih dovish.