EmitenNews.com - Komisi XI DPR RI menyoroti besarnya dana kredit menganggur atau fasilitas kredit yang belum ditarik dalam sistem perbankan. Undisbursed loan yang mencapai Rp2.304 triliun per Juni 2025 itu, naik jika dibandingkan periode yang sama tahun 2024 Rp2.152 triliun. Dengan tingginya dana menganggur itu, masuk akal kalau kucuran dana pemerintah Rp200 triliun yang disalurkan melalui perbankan BUMN dinilai bakal jadi beban.

"Nah artinya yang nganggur saja sudah Rp 2.000 (triliun), tambah Rp 200 (triliun), kita nggak tahu nih untuk apa. Rp 2.000 triliun belum bisa dimaksimalkan, masuk lagi Rp200 triliun, malah bikin beban," ujar Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie Othniel Frederic Palit saat rapat kerja dengan Dewan Komisioner OJK, Rabu (17/9/2025).

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae merespons, dana kredit menganggur tersebut sebenarnya telah mendapatkan persetujuan oleh bank kepada nasabah untuk pengembangan usaha-usaha.

Menurut Dian Ediana Rae, dana kredit menunjukkan potensi ekspansi kredit yang sangat besar itu dapat mendorong pertumbuhan ekonomi ke depannya. Ia meyakini realisasi kredit akan terserap maksimal pada tahun ini melalui siklus bisnis. 

"Ini yang kita sebut sebagai business cycle. Jadi memang kalau kita melihat, itu menjelang akhir tahun di normalnya, ini akan terjadi percepatan realisasi," katanya.

Sebelumnya, Jumat (12/9/2025), Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyampaikan bahwa pemerintah mulai menyalurkan dana sebesar Rp200 triliun ke lima bank milik negara. Kebijakan ini merupakan langkah strategis untuk meningkatkan likuiditas di sistem perbankan dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Dalam pernyataan pers di Kementerian Koordinator Perekonomian, Menkeu berharap tambahan likuiditas ini akan menggerakkan sektor ekonomi riil. Ia merinci alokasi dana tersebut untuk Bank Mandiri, BRI, dan BNI masing-masing menerima Rp55 triliun, sedangkan BTN Rp25 triliun dan BSI Rp10 triliun.

"Jadi saya pastikan dana yang Rp200 triliun dikirim masuk ke sistem perbankan hari ini," ujar Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. 

Menkeu Purbaya juga menjelaskan bahwa dana tersebut bukan dana darurat, melainkan dana pemerintah yang sebelumnya belum dibelanjakan dan disimpan di Bank Indonesia. Dengan menempatkannya di bank komersial, dalam hal ini lima bank anggota Himbara, dana ini dapat diakses untuk kredit.

Tujuan kebijakan ini adalah menciptakan likuiditas di sistem finansial dan menggerakkan perekonomian nasional. 

Satu hal lagi, Menkeu Purbaya mengancam akan menarik kembali dana APBN yang tidak berhasil dibelanjakan oleh kementerian, dan lembaga. Terutama yang mendapat alokasi dana besar. Ia mengaku sudah mengantongi izin Presiden Prabowo Subianto untuk langkah tegasnya itu. ***