EmitenNews.com - Sektor ritel dihadapkan pada sejumlah tantangan di tengah kondisi ekonomi makro saat ini, terutama dari sisi daya beli konsumen yang berdampak langsung pada penjualan. Kendati menantang, emiten-emiten di sektor ritel yang memiliki strategi tepat dinilai akan lebih ‘tahan banting’ dan bahkan memiliki ruang untuk tumbuh. 

Belakangan ini, fenomena ‘Rohana’ atau rombongan hanya nanya dan ‘Rojali’ atawa rombongan jarang beli menjadi sorotan peritel nasional. Keberadaan mereka sering dikaitkan dengan pelemahan daya beli konsumen yang dapat menggerus omzet pebisnis mall dan ritel lainnya. 

Melihat hal tersebut, kata Novi Vianita analis Panin Sekuritas dalam keterangannya Rabu (30/7/2025) mengungkapkan bahwa kondisi ekonomi saat ini memang menantang untuk konsumen. Mereka menjadi lebih selektif dan punya skala prioritas dalam pengeluaran. Tapi, bukan berarti mereka tidak berbelanja.  

Data Bank Indonesia menunjukkan bahwa penjualan ritel pada Mei 2025 tumbuh 1,9% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sepanjang Januari-Mei 2025, penjualan ritel masih tergolong ekspansif dengan pertumbuhan penjualan yang memang minimalis di kisaran 0,5% hingga 5,5% dan meski sempat terkontraksi 0,3% di bulan April 2025. 

“Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Juni 2025 di 117,8 memang trendnya menurun dari awal tahun tetapi ini menunjukkan bahwa konsumen masih tetap optimistis dan willing to spend. Hanya saja mereka lebih selektif terutama dari sisi kebutuhan, produk serta pricing” kata Novi Vianita. 

Di tengah kondisi tersebut, Novi menilai bahwa dampak ke emiten sektor ritel sangat beragam. Tingkat dampak akan ditentukan terutama oleh seberapa adaptif peritel merespons situasi yang ada dengan strategi yang tepat.

Beberapa pemain ritel yang sahamnya diperdagangkan oleh publik sudah dalam kondisi mature dan yang lain masih dalam mode pertumbuhan. Hal ini juga turut berdampak pada resiliensi di tengah kondisi daya beli masyarakat saat ini. 

Salah satu segmen ritel yang menjadi perhatian adalah gerai toko perabot rumah tangga, furnitur dan elektronik. Untuk segmen ini, ada PT Aspirasi Hidup Indonesia Tbk (ACES) mencatatkan pendapatan kuartal I-2025 sebesar Rp2,1 triliun atau tumbuh 8% year on year (YoY). Namun laba bersih Perseroan mengalami kontraksi sebesar 30% YoY menjadi Rp142 miliar. 

Selanjutnya, PT Daya Intiguna Yasa Tbk atau yang dikenal dengan Mr DIY (MDIY), yang mencatatkan pertumbuhan paling tinggi baik dari sisi pendapatan maupun laba. 

Pada kuartal I 2025, MDIY catatkan pendapatan Rp1,8 triliun atau tumbuh 57% YoY sedangkan laba bersih mencapai Rp226 miliar atau melesat 160% YoY.

Berikutnya ada emiten yang memiliki lisensi IKEA Indonesia yaitu PT DFI Ritel Nusantara Tbk (HERO). Pada kuartal I-2025 mencatatkan pendapatan sebesar Rp1,2 triliun atau naik 13% YoY dan berhasil membalikkan kerugian Rp1 miliar tahun lalu menjadi untung Rp27 miliar pada kuartal I 2025.

Berbanding terbalik dengan ACES dan HERO, emiten ritel lain yaitu PT Catur Sentosa Adiprana Tbk (CSAP) justru mengalami kontraksi baik dari sisi penjualan maupun laba bersih. Pendapatan di kuartal I-2025 capai Rp3,8 triliun atau turun 5% YoY dan laba bersih sebesar Rp4 miliar atau anjlok 92% YoY. 

Kondisi ritel memang berbeda-beda, MDIY tumbuh pesat seiring dengan produk yang relevan dengan kebutuhan konsumen, pricing dan promotion yang membuatnya affordable dan place yang menjangkau wilayah Indonesia di kota-kota tier-2 dan tier-3 dengan lebih dari 1.000 gerai. 

“Saya masih melihat di semester I ini pendapatan emiten ritel masih dapat tumbuh dan MDIY berpotensi lanjutkan pertumbuhan dobel digit seiring dengan strategi ekspansi mereka” ungkap Novi Vianita. ***