EmitenNews.com - PT Bank Negara Indonesia (BBNI) meminta tambahan Penyertaan Modal Negara (PMN) tahun anggaran 2022 sebesar Rp7 triliun. Dana itu, untuk menambah permodalan dalam bentuk Capital Adequacy Ratio (CAR) maupun tier I. Dengan begitu, dapat dimanfaatkan untuk penguatan penyaluran kredit (memperluas fungsi intermediasi) melalui peningkatan Batasan Maksimum Pemberian Kredit (BMPK).


“Komisi VI DPR RI menerima usulan dari Direktur Utama PT BNI Persero Tbk yang meminta tambahan PMN tahun 2022 sebesar Rp7 triliun. Dengan adanya PMN ini diharapkan nantinya saham PT BNI Persero Tbk tetap mayoritas,” kata Ketua Komisi VI DPR RI Faisol Riza saat RDP dengan Dirut PT Rajawali Nusantara, PT BNI dan PT BTN di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (9/9/2021).


Politisi PKB ini mengatakan, permintaan tambahan PMN yang diusulkan oleh Dirut PT BNI akan didukung oleh Komisi VI DPR RI, tetapi mengenai jumlahnya belum dapat dipastikan. “Kita akan usahakan PMN yang diusulkan oleh Pak Dirut, tetapi angkanya belum pasti segitu, bisa lebih bisa kurang,” pungkas Faisol.


Seperti yang diketahui ada berbagai alasan yang mendasari bank BNI membutuhkan suntikan dana. Direktur Utama BNI Royke Tumilaar melaporkan kepada Komisi VI DPR RI, pihaknya memerlukan penguatan modal karena rasio kecukupan modal (CAR) BNI relatif lebih rendah, yaitu 18,18 persen pada kuartal II-2021. “Kalau lihat bank-bank BUKU 4 lainnya itu di atas 18 persen, Mandiri itu 18,9 persen atau hampir 19 persen, BRI 19 persen CAR-nya, BCA bahkan sudah 25 persen," katanya.


Modal inti atau tier 1 BNI, lanjut dia juga jauh di bawah bank BUKU 4 lainnya, yaitu 15,99 persen. Sedangkan Bank Mandiri 17,86 persen, BRI 18,62 persen, BCA 24,35 persen. Itu adalah latar belakang mengapa bank BUMN itu membutuhkan tambahan modal. Selain itu, tambahan modal diperlukan sebagai langkah antisipasi menghadapi risiko perekonomian dan kondisi makro, mulai dari ketidakpastian global, pandemi Covid-19, digitalisasi, dan kebijakan makro.