Melalui spin-off ini, Telkom juga menargetkan efisiensi belanja modal (capex), optimalisasi dan monetisasi aset, serta mendukung agenda pemerintah dalam memperluas fiberisasi nasional.

Terkait peluang pencatatan saham perdana (IPO) InfraNexia di Bursa Efek Indonesia, Dian menyatakan bahwa perseroan belum mengambil keputusan.

Saat ini, Telkom masih fokus menyelesaikan proses spin-off wholesale fiber connectivity tahap pertama, yang akan dilanjutkan ke tahap kedua pada semester I 2026.

“Setelah spin-off rampung, InfraNexia diharapkan menjadi pemilik aset sekaligus pengelola bisnis wholesale connectivity secara efisien. Berbagai opsi aksi korporasi tetap terbuka, baik IPO maupun menggandeng mitra strategis,” jelasnya.

Namun demikian, Dian menegaskan bahwa prioritas utama saat ini adalah membangun InfraNexia sebagai entitas fiber company yang solid, mampu mendorong pertumbuhan Telkom Group, dan menciptakan nilai tambah jangka panjang.

Jadi kemungkinan itu masih terbuka, tetapi belum menjadi keputusan saat ini. Sedangkan untuk target ambisius lainnya, perseroan juga menargetkan market cap InfraNexia setelah spin off ini bisa mencapai Rp120-150 triliun dengan revenue ditarget Rp40 triliun di tahun 2030.