EmitenNews.com - Pemerintah Indonesia saat ini fokus pada pengembangan industri hilir batu bara untuk mengurangi beban impor LPG yang begitu besar setiap tahun, yakni menyentuh 7 juta ton atau senilai Rp80 triliun.

 

Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia mengungkapkan, Air Products berinvestasi US$ 15 miliar atau setara Rp 210 triliun dan sudah merealisasikan investasi tahap pertama senilai US$ 7 miliar atau setara Rp 102 triliun (kurs Rp 14.600/dolar).

 

Diantaranya untuk sejumlah proyek, yakni pengembangan pabrik pengolahan batu bara menjadi dimetil eter (DME) di Muara Enim, Sumatra Selatan, serta dua pabrik metanol di Balongan, Jawa Barat, dan Cepu, Jawa Tengah.

 

Air Products, perusahaan asal Negeri Paman Sam yang bergerak di sektor energi itu, adalah pihak yang memiliki andil besar dalam pengembangan industri hilir batu bara di Muara Enim, Sumatra Selatan, awal tahun ini.

 

Dana investasi yang tersisa, kata Bahlil, akan digunakan membangun proyek energi hidrogen.

 

"Kita akan bikin hidrogen yang nanti dibangun dengan memanfaakan bendungan-bendungan yang dimiliki negara, yang selama ini jadi aset negara dan dikelola Kementerian PUPR," ujarnya, kemarin (12/5).

 

Dengan adanya proyek pengolahan batu bara menjadi DME yang merupakan komoditas substitusi LPG, Bahlil yakin, nilai impor bisa ditekan secara signifikan.

 

"Kami berpendapat hilirisasi harus dibangun dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam negeri terutama menyangkut DME. Kita masih impor LPG kurang lebih enam sampai tujuh ton per tahun. Ini perlahan harus kita selesaikan agar kewajiban kita memenuhi kebutuhan dalam negeri bisa kita wujudkan melalui hilirisasi batu bara lokal ini," tegas Bahlil.

 

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) bertemu CEO Air Products & Chemicals, Seifi Ghasemi di Hotel Ritz Carlton, Washington DC, Amerika Serikat (AS).